Halo sobat, Kompasiana! Esok hari lebaran telah tiba. Setelah penantian panjang menahan lapar, dahaga, serta hawa nafsu selama 30 hari, akhirnya telah tiba pada penghujungnya.
Hari raya Idulfitri kembali menyapa, saatnya kita "kembali ke fitri" dan meraih kemenangan. Kembali ke fitri, artinya setelah menjalani rangkaian ibadah di bulan Ramadan, saat memasuki bulan Syawal, diibaratkan kita telah bersih dari segala noda dan dosa layaknya seorang bayi yang baru dilahirkan. Seoang muslim seperti dilahirkan kembali ini ke dunia setelah melewati Ramadan dengan puasa dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali ber-Islam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Idul fitri berarti kembali pada naluri kemanusiaan yang murni, kembali pada keberagaman yang lurus -- ditandai dengan saling bermaaf-maafan -- kembali dari seluruh praktik yang menyimpangan dengan nilai-nilai keislaman, dan terhindar dari ego kepentingan duniawi yang tidak islami. Inilah makna "kembali ke fitri" sebenarnya.
Meraih kemenangan sendiri, memiliki makna yang lebih dalam. Setelah menjalani rangkaian ibadah puasa selama 30 hari, salat tarawih berjamaah, mengaji, peperangan melawan hawa nafsu, dan rangkaian ibadah lainnya, kita, telah tiba pada hari kemenangan, hari raya Idulfitri. Jika hari raya Idulfitri dianggap sebagai hari kemenangan, sesungguhnya Idulfitri bukanlah sebuah akhir, tetapi menjadi sebuah awal dari sebuah proses untuk kelanjutan dalam proses rangkaian ibadah yang telah sukses dijalani selama bulan Ramadan.
Kemenangan sejati atas datangnya hari raya Idulfitri bisa juga diartikan telah diampuni seluruh dosanya oleh Allah Swt. Bulan Ramadan yang dianggap sebagai bulan ampunan dan setelah dilaluinya bulan Ramadan, maka orang-orang yang menang adalah orang yang dosanya diampuni oleh Allah Swt.Â
Peperangan melawan hawa nafsu dan godaan setan -- yang telah dijalani selama bulan Ramadan -- tidak berhenti setelah datangnya hari raya Idulfitri, tetapi terus berlanjut selama hayat dikandung badan karena nafsu dan setan selalu menyertai manusia selama hidupnya.
Kemenangan dapat juga diartikan dapat merahihnya nilai-nilai spiritual yang terpisahkan dengan fitrah manusia dalam arti kesucian, keindahan, kebenaran, dan kebaikan.
Hari kemenangan ditandai dengan berhasilnya secara terus-menerus melawan hawa nafsu dan godaan setan dan dapat mengantarkan pada kepatuhan melaksanakan perintah agama, akal, dan budaya. Inilah definisi kemenangan dan orang-orang yang menang.
Hari raya Idulfitri harus ditandani sebagai momentum untuk berubah menjadi lebih baik. Bulan Syawal menjadi tonggak awal berubah dalam konteks ber-Islam menjadi muslim yang lebih taat, melawan hawa nafsu serta godaan setan, dan "kembali ke fitri" ditanamkan secara utuh pada dalam diri.
Orang-orang yang meraih kemenangan, menganggap bulan Ramadan merupakan sebuah proses pelatihan peningkatan dalam beribadah. Babak sesungguhnya dimulai sejak hari raya Idulfitri, 1 Syawal. Apakah setelah memasuki bulan Syawal, ibadah kita -- minimal -- sama dengan saat di bulan Ramadan, atau meningkat, atau justru malah mengendor dan sering dengan atau tanpa sengaja meninggalkan kewajiban -- salat lima waktu.
Orang-orang yang meraih kemenangan dalam kehidupan bersosial pun harus turut mengalami perubahan. Menjadi sosok yang bisa lebih mengontrol emosi, menjadi senang membantu sesama saudara muslim, menjadi ringan tangan, senang bersedekah, senantiasa sering bersyukur, senantiasa sabar dalam menghadapi cobaan, dapat membadakan hal yang baik dan hal yang buruk, paham akan hak dan kewajiban, dan hal-hal baik lainnya.