Mohon tunggu...
Gatot Prakoso
Gatot Prakoso Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mencoba terus menulis, menyibukkan jemari sebagai "printer" yang berkualitas, yang bisa mencetak hasil-hasil yang berguna...

Selanjutnya

Tutup

Politik

PLN Dilarang Ikut Campur Tentukan Tarif...Wacana Aneh Anggota Dewan!

16 Juni 2010   02:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:31 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak amin adalah seorang penjual buah. Untuk mendapatkanbuahnya, Pak Amin harus melalui beragam proses, mulai dari membeli bibit, mencari tenaga kerja untuk menyiapkan lahan serta merawat untuk kemudian Pak Amin bisa memanen hasil kebunnya. Dan ketika Pak Amin ingin menjual buahnya, tiba-tiba Pak Amin mendapat larangan. Pak Amin dilarang untuk menentukan harga jual dari buah-buahan hasil panennya. Sebuah hal yang aneh ketika sesorang yang memulai, merawat, serta memanen justru dilarang menentukan harga jual atas buah-buahan hasil karya mereka.

Mari kita coba analogkan dengan cerita terbaru dari anggota Dewan YANG TERHORMAT. Seperti dikutip detik.com (http://www.detikfinance.com/read/2010/06/14/111743/1377650/4/dpr-minta-dahlan-iskan-tak-campur-tangan-soal-harga-listrik?f9911023), DPR membuat statement terbaru mereka. Anggota Dewan melarang Direktur PLN untuk ikut campur dalam menentukan harga listrik. Dalam statementnya, anggota Komisi VII DPR, Dito Ganinduto mengatakan bahwa:” berdasarkan undang-undang, masalah harga jual listrik itu menjadi domain pemerintah atas persetujuan DPR. Sedangkan PLN adalah operator yang bertugas melistriki rakyat. Jadi PLN tidak usah ikut campur urusan harga. Ganinduto melanjutkan,”seharusnya pemerintah yang bicara soal wacana menggratiskan listri tersebut, bukan PLN. Menurut dia lagi, wacana listrik gratis dikhawatirkan akan membuat masyarakat bingung…”.

Sebuah reaksi yang sangat “aneh” dilihat dari kacamata rakyat, bukan? Mari kita runut sedikit kebelakang. Soal ada aspirasi yang akan disalurkan ke daerah melalui mereka, anggota DPR sangat tidak mempermasalahkan. Betapa dana aspirasi yang diusulkan hingga triliunan itu tidak pernah dianggap sebagai isu yang berpotensi “membingungkan”. Dengan logika bahwa DPR adalah wakil rakyat, seharusnya DPR ada dalam posisi meng”gol”kan segala macam kebijakan yang mempunyai peluang untuk memberikan keuntungan untuk rakyat. DPR dengan gigih (atau tidak tahu malu..maaf batasannya sangat tipis), memperjuangkan dana aspirasi rakyat yang pastinya kalo disetujui akan disalurkan melalui mereka.

Disini yang lain, sebuah logika sederhana akan mengatakan: manakala ada kemungkinan mendapatkan sesuatu yang gratis, mengapa harus dipersulit? Jika anda seorang manager yang mengirimkan staf anda untuk menegosiasikan harga dengan supplier perusahaan anda, maka ketika supplier memberikan diskon atau bahkan barang secara gratis, anda pastinya menginginkan “wakil” anda untuk menerima tawaran itu. Rakyat Indonesia, yang telah lama terhimpit dengan kewajiban membayar listrik tentunya sangat ingin wakil mereka berjuang sekuat tenaga untuk menurunkan harga listrik. Adalah sebuah anomali ketika sang wakil justru menolak dan meminta si penjual listrik untuk tidak ikut camput supaya rakyat tidak bingung(?).

Mengapa kasus dana aspirasi tidak pernah dikatakan membuat bingung sementara wacara kegratisan listrik bagi warga miskin justru dikatakan membuat bingung? Jangan-jangan, masyarakat tidak akan bingung dengan dana aspirasi karena pasti tidak akan mendapatkannya?

Atau karena jika WACARA LISTRIK GRATIS UNTUK MASYARAKAT MISKIN pada daya 450 watt jika terlaksana akan memakan dana kurang lebih 1,5 triliun? Aakah mereka takut dana 1,5 triliun akan menjadi ajang korupsi di PLN? Jika ya, maka anggota dewan bekerja dengan baik. Akan tetapi, bukannya angka 1,5 T itu jauh lebih kecil dari angka 8,5 T yang diajukan untuk dana aspirasi? Bukannkah menggratiskan listrik jauh lebih tepat sasaran daripada memperbesar celah untuk korupsi dengan dana yang tidak jelas penggunaannya?

Jadi, sebenernya, anggota DEWAN itu BEKERJA mewakili siapa? Jika mereka mewakili rakyat, mengapa tawaran yang sangat menggiurkan-terutama untuk rakyat miskin-tersebut harus ditolak bahkan mencoba diredam secara prematur? Inilah anomali di Indonesia.

Jogja, 14 Juni 2010

Algasstot

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun