Mohon tunggu...
Gatot Prakoso
Gatot Prakoso Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mencoba terus menulis, menyibukkan jemari sebagai "printer" yang berkualitas, yang bisa mencetak hasil-hasil yang berguna...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hati Nurani Pejabat Kita...(Emang Punya?)

3 Februari 2010   01:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:07 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

basically ...
manusia emang punya sifat serakah...ada nafsu yang selalu mengatakan pada kita untuk tetap merasa kurang...
di satu sisi, ketika kita bicara soal prestasi, dorongan untuk selalu merasa kurang tentu akan sangat berpengaruh positif pada kinerja kita.
akan tetapi, ketika nafsu itu ada pada tataran yang sebaliknya...yah...terlihatlah kualitas pribadi kita yang sesungguhnya...

ada sejarah yang menceritakan betapa Khalifah ke-2, sayidina Umar, ketika menjabat sebagai khalifah adalah orang yang sangat menjunjung tinggi masalah hak dan kewajiban. salah satu cerita yang sangat termashyur dan mengagumkan adalah; satu malam, khalifah sedang berada di rumahnya, ketika terdengar uluk salam dari luar. ketika ityu khalifah Umar sedang menyelesaikan tugas ke-khalifahan-nya. dijawablah salam itu. si tamu menanyakan, apakah sayidina Umar memiliki waktu? sebagai khalifah, sayidina Umar paham bahwa beliau adalah pelayan umat. maka dijawablah oleh beliau bahwa beliau bersedia.

Singkat cerita, si tamu masuk. Khalifah Umar kemudian bertanya; apakah kedatangan si tamu itu untuk urusan umat, atau untuk urusan pribadi. sang tamu menjawab bahwa kedatangannya adalah untuk urusan pribadi, maka seketika sayidina Umar mematikan lampu minyak di ruangan itu. didalam kegelapan, si tamu bertanya kenapa sayidina Umar melakukan itu.

Dengan lugas sayidina Umar menjawab; "lampu ini dibiayai oleh negara, ketika kugunakan untuk urusan pribadi, maka sesungguhnya aku sudah memakan sesuatu yang bukan hakku"...

keteladanan yang luar biasa yang dicontohkan oleh seorang pemimpin, yang seharusnya jadi contoh buat para pejabat-pejabat masa kini.

akan tetapi, sungguh jauh panggang dari api.
kenyataan yang terlihat sangat berbeda.

tingkah pejabat saat ini sangat memuakkan.

belum lagi berprestasi; fasilitas mewah sudah diperoleh
belum lagi berprestasi; gaji dinaikkan
mereka seolah menutup mata bahwa jauh disana dipelosok, masih banyak rakyat yang bahkan belum pernah menaiki mobil
masih banyak rakyat yang harus berjuang keras cuma untuk makan 1 kali 1 hari
masih banyak rakyat yang harus bertaruh nyawa untuk upah senilah puluhan ribu rupiah.

NURANI, itu yang tampahnya sudah hilang dari pejabat kita
atau, jikapun ada, juga tak pernah mereka gunakan...

disaat seluruh rakyat sedang bahu-membahu mengumpulkan koin untuk biaya perkara Prita Mulyasari....
disaat seluruh rakyat sedang bahu-membahu mengumpulkan koin untuk memberi harapan hidup pada Bilqis kecil...
lihat apa yang mereka lakukan...
sebagian sedang bersidang; sambil kemudian promosi partai ditelevisi mengatakan bahwa partai mereka adalah partai yang peduli rakyat, walau aksinya NOL BESAR!
mereka bahkan kalah dari anak-anak SD yang rela membawa tabungan mereka untuk disumbangkan...
boleh jadi mereka akan berkilah, anak-anak SD itu tidak perlu memikirkan keluarganya...bla..bla...bla...dengan jutaan alasan lain yang justru makin menunjukkan kalo mereka gak punya nurani...
apa artinya duit 50 ribu buat mereka?
cuma receh

andai mereka masing-masing mau menyumbang 50 ribu saja SETIAP BULAN RUTIN, maka Bilqis kecil dan jutaan anak kecil lainnya akan punya harapan hidup, dan dengan hati BILQIS yang baru, potongan hati dari seorang ibu berhati baja (ibunya), maka Insya Allah, Bilqis kecil akan tumbuh jadi pemimpin bangsa yang berhati baja tapi tetap punya nurani...
andai mereka mau menyumbang sedikit saja; maka tak perlu ada anak sekolah harus terluka karena gedung sekolahnya roboh...

duhai hati Nurani...
kemana gerangan engkau pergi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun