Mohon tunggu...
Musnika Albantani
Musnika Albantani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Suka tersenyum, merawat tanaman, membaca, dan makan cokelat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mencari Benar dengan Tatapan Nanar

10 Desember 2024   18:37 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:37 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tuhan bukan hanya menciptakan rupa setiap makhluk berbeda. Tak sama, bahkan yang kembar sekalipun. Tapi Tuhan juga memberikan cerita hidup yang berbeda. Meskpun pada beberapa persimpangan, ada saja yang memiliki kesamaan. Entah berusaha menyamakan, atau memang mereka memiliki takdir untuk dipertemukan.

Lain masalah, lain juga penyelesaiannya. Hebatnya manusia, kadang mereka menduga lebih dulu dibanding ketentuan Tuhan. Hal ini baik pada satu sisi, agar bisa menyiapkan diri. Tapi lebih banyak dampak negatifnya, khawatir berlebihan dan berprasangka yang tidak-tidak. Selain dari sok tahu, manusia juga bandelnya minta ampun. Tuhan bilang jangan buru-buru, tapi kita malah grasak grusuk ngerjain apapun. Tuhan bilang jangan berlebihan, tapi kita malah melakukannya dengan alasan untuk jaga-jaga. Padahal, ketidaksempurnaan adanya pada manusia.

Tuhan memberikan yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Pemikiran manusia juga sangat canggih, sudah terintegrasi dengan perasaannya. Manusia akan dengan mudah membenci atau menyukai seseorang atau sesuatu dengan sangat. Hanya dengan pikirannya saja. Meski orang lain tidak berbuat salah pun, seorang manusia akan berusaha dengan susah payah untuk membencinya. Itulah yang disebut dengan iri. Lebih parahnya kita bisa menghasut orang lain untuk mengaminkan asumsi negatif kita.

Apapun kemalangan yang saat ini terjadi pada hidup, bukan melulu karena kita pernah melakukan suatu dosa, dan akhirnya Tuhan menghapus dosa kita dengan cara demikian. Misalnya, seseorang kehilangan uang karena dulu ia jarang bersedekah atau pernah mengambil rezeki orang lain. Menurutku, konsepnya tidak selalu demikian. Bisa saja Tuhan sedang menguji kita untuk menjadi hamba yang jauh lebih baik dan lebih sadar. Dia sedang menganugerahi kita hati yang jatuh lebih besar.

Untuk kita yang senantiasa berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Hati-hati itu bukan hanya ketika menyebrang jalan. Tapi juga saat berjalan. Kita jatuh bukan karena batu besar, tapi karena kerikil kecil. Berbuat baik bukan hanya pada sesama manusia, tapi bahkan pada mikroorganisme sekecil bakteri. Kita tidak pernah tahu pahala mana yang akan menjadi alasan kita layak diselamatkan oleh Tuhan di dunia maupun di akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun