Pernah suatu pagi di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuknya kota berpolusi aneka macam, duduk sesosok pria paruh baya, beliau menanyai seorang gadis didepannya,
"Nak, apa yang kamu cari dengan bepergian seperti ini?"
Gadis itu tersenyum, bukan karena sudah terbiasa dengan pertanyaan yang sama, namun pria didepannya itu mengingatkan ia pada  ayah kesayangannya, ia teringat pada ayah yang begitu kuat melepas anak gadisnya berpetualang kesana kemari.
Gadis itu menjawab dengan sopan,
"Saya senang bepergian mempelajari budaya orang pak.."
Lalu percakapan mereka berlanjut. Tentu saja jawaban sang gadis tidak membuat pria itu puas begitu saja, yang mana ia ketahui, gadis ini tiba tengah malam tadi, mengendarai motor menerobos hujan melewati jalanan desa yang sepi, demi memenuhi janjin akan berkunjung, sangat berani, menurutnya.
Sang gadis terus dicecar pertanyaan demi pertanyaan, berkembang menjadi diskusi tentang kebudayaan dan penerapannya pada kota yang sudah tercemar budaya asing, percakapan yang membuat pagi itu menjadi tidak biasa. Sebuah obrolan singkat namun padat yang tidak akan dilupakan si gadis, sebuah obrolan di suatu tempat yang jauh dari asalnya. dimana ia bias menemukan sosok ayahnya. Ia tau ia rindu ingin pulang.
Begitulah, tiap kali ia berjalan, ia menemukan banyak pelajaran baru, mendengar kisah-kisah desa yang dikunjungi, mengucap kata-kata balasan yang menjadi bagian dari kisa petualangannya.
Jangan tanya apa yang ia cari karena ia sendiri masih mencari.
Siapa dia?
Untuk apa dia hidup?