Sikap sosial kemanusiaan atau hablum minannas dalam hubungan tersebut merupakan unsur yang sangat penting dan berpengaruh untuk di implementasikan dalam interaksi kehidupan. Yang mana hal ini juga merupakan salah satu definisi dari pengertian tassawuf menurut Imam Ghozalli dalam kitab nya Ayyuhal Wallad. Tentu pengembangan atas sikap tassawuf yang baik dan mulia ini dapat kita terapkan dalam kehidupan, selain kewajiban kita untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan Allah SWT (Hablum minallah).
Selain itu sikap hablum minannas ini telah banyak diajarkan dan seringkali digaungkan atas kebenarannya oleh sesosok guru bangsa. KH. Abdurrahman Wahid, agar senantiasa diperjuangkan dan di implementasikan oleh semua khalayak dalam berbangsa serta beragama. Beliau berpesan singkat, namun sangatlah mendalam dan penuh makna. Beliau mengatakan tiga substansi perihal hubungan antar manusia, ‘’Mari kita wujudkan peradaban dimana manusia saling mencintai, saling mengerti, dan saling menghidupi. Pesan tersebut termaktub dalam buku Fatwa dan Canda Gusdur.
Dalam kehidupan sosial yang banyak dinamika, karakter dan persifatan yang berbeda-beda ini, manusia sebaiknya belajar untuk saling memahami , mengerti, dan memaafkan. Sikap yang penuh kemuliaan ini berangkat dari sifat Allah yang Rahman-Rahiim kepada kita hambanya, karena Allah S.W.T yang tidak akan pernah bosan memaafkan hamba-hamba nya yang sering bertindak salah dan melakukan dosa, tentu sebagai hamba Allah yang begitu pemurah lagi penyanyang dan penuh perhatian kepada hamba-Nya ini, hendaklah kita mampu bertindak baik dan bijaksana terhadap sesama hamba Allah, hal inilah yang sering kita sebut dengan ukhuwah al-islamiyah.
Perihal sikap ukhuwah yang mulia ini, agama telah banyak sekali memberikan solusi atas carut marutnya kondisi umat di jagat yang semakin tua. Dalam islam, ukhuwah islamiyah secara etimologi berarti hubungan, dan secara terminology adalah sikap persaudaraan antara sesama muslim di seluruh alam raya tanpa pandang suatu illat apapun.
Bilamana kita hidup dalam suatu bangsa tentu sikap ukhuwah seperti ini hadir dalam kemasan yang berbeda, demi mewujudkan hablum minannas, tentu sudah pasti kita harus merenungi dan memahami sikap ukhuwah dengan luas, bukan hanya islam saja, namun hendaknya dapat merefleksikan secara global, yakni menyangkut ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah (kebangsaan) dan ukhuwah insaniyah (sesama manusia). Mengeni ukhuwah kebangsaan ini sudah banyak sekali kita menegetahui dari sumber tokoh-tokoh bangsa, mengenai sikap berkebangsaan yang satu (Pancasila sila ke-3) yang diharapkan menjadi sumber pedoman berkebangsaan dan berkehidupan secara indah dan maslahah.
Dalam hal ini, Al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 159 kita dapat melihat dan memahami. Al-Qur’an menjelaskan.‘’Karena Rahmat Alloh lah kamu bersikap lunak kepada mereka. Sekiranya kamu keras dan kasar, niscahya mereka akan menjauhimu. Karena itu, maafkanlah dan mohonlah ampun bagi mereka. Ajaklah mereka bermusyawarah tentang suatu hal.’’
Tasawuf yang merupakan sumber kajian islam yang menyangkut ketauhidan dan kalam (Hablum Minallah) sudah berkembang sesuai zaman dan retorikanya, bukan hanya soal keimanan dan ketauhidan saja antara hamba dengan Rabb-nya, tasawuf kontemporer hadir berdampingan dengan zaman, tumbuh setara history zaman atas problematika umat.
Termasuk pula jawaban dari arti pengabdian manusia kepada tuhannya yang di amanahi dunia dan seisinya yang begitu luas dan dijadikannya pula seorang manusia menjadi pemimpin diatas bumi (khalifatul ardi), selayaknya manusia mampu bersinergi dalam mewujudkan kedamaian diatas bumi manusia.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta (Manusia)” (QS. Al-Anbiya’ 107)
Tasawuf hadir dan sudah diperkenalkan kepada masyarakat dengan pendekatan yang baru dan dapat menjadi jawab atas problematika sosial kemasyarakatan. Pendekatan yang menumpukan pada substansi dan bukan hanya bentuk. Pendekatan yang apresiatif sekaligus kritis atas ilmu tasawuf yang dapat dikembangkan dalam artian yang luas perlu diperkenalkan kepada manusia. Tidak seperti ilmu Syari‘ah lainnya semisal tauhid. Tasawuf adalah ilmu yang dapat dikaji dan dikembangkan secara luas, sebagai pondasi dalam ikhtiyar membangun peradaban akhlak seorang insan.
Dalam hal ini imam al-ghazzali juga telah mencoba melakukan tajdid (usaha memperbarui) terhadap keilmuan tasawuf ini. Persoalan utama yang ingin diatasi olehnya adalah bagaimana mengeluarkan tasawwuf dari ‘gua sempit yang membelenggu’ sehingga ia dapat menjadi kekuatan yang menggerakkan serta hadir dalam kedinamisan. Imam al-ghazali menjelaskan bahawa konsep ihsan yang ditekankan dalam hadist tidak seharusnya dibatasi pada ibadah khusus saja, maupun kaitannya dalam ke ukhrowian saja.