Banyak pertanyaan dikepala ketika membaca judul novel karya Pip Williams ini, The Dictionary of Lost Words. Karya fiksi yang sangat ditakutkan jikalau memang benar bahwa banyak kata-kata yang dihilangkan pada kamus hanya karena kata-kata tersebut berhubungan erat dengan perempuan.Â
Novel ini berlatar pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, mengikuti kehidupan Esme Nicoll, seorang gadis yang tumbuh di bawah meja Scriptorium, tempat penyusunan Oxford English Dictionary. Esme menyadari bahwa banyak kata yang berasal dari perempuan dan kelompok marjinal tidak dimasukkan ke dalam kamus. Berbekal rasa ingin tahu dan keberanian, ia mulai mengumpulkan kata-kata tersebut untuk melestarikan pengalaman mereka yang diabaikan oleh sistem patriarkal. Novel ini tidak hanya menyoroti sejarah bahasa, tetapi juga perjuangan perempuan untuk mendapatkan pengakuan di dunia yang didominasi oleh laki-laki.
Simone de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex mengungkapkan bahwa perempuan sering kali didefinisikan sebagai "yang lain" (the Other) dalam masyarakat patriarkal. Perempuan diposisikan sebagai pelengkap laki-laki, tanpa eksistensi otonom. Melalui lensa teori ini, The Dictionary of Lost Words dapat dianalisis sebagai karya yang menggambarkan perjuangan perempuan untuk melampaui batasan ini dan mendefinisikan diri mereka sendiri.
1. Perempuan sebagai Subjek, Bukan Objek
De Beauvoir menegaskan bahwa perempuan harus menjadi subjek yang aktif dalam menentukan keberadaannya, bukan sekadar objek dari definisi laki-laki. Dalam novel, Esme menunjukkan perjuangan untuk mendefinisikan pengalaman perempuan melalui kata-kata. Ia menolak posisi pasif dengan mengumpulkan kata-kata yang diabaikan oleh tim penyusun kamus, yang mayoritas laki-laki.
"Words define us, they explain us, and, on occasion, they can lift us out of where we are and carry us somewhere else entirely."
Kutipan ini mencerminkan upaya Esme untuk menjadikan perempuan sebagai subjek yang memiliki suara dan makna dalam sejarah linguistik.
2. Penolakan Peran Tradisional Perempuan
De Beauvoir menyatakan bahwa perempuan sering kali terjebak dalam peran tradisional yang ditentukan oleh norma sosial patriarkal. Esme, melalui pekerjaannya, menolak peran tradisional perempuan yang terbatas pada rumah tangga atau tugas domestik. Ia memilih jalur intelektual dan melibatkan dirinya dalam kerja intelektual yang biasanya dikuasai laki-laki.
"Convention has never done any woman any good."