Mohon tunggu...
Alfrina Diany
Alfrina Diany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

When life gives you lemon, make lemonade

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah yang Tak Lagi Sama

4 November 2023   10:13 Diperbarui: 4 November 2023   10:39 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alarm pagi berdering, tapi entah kenapa suaranya terasa berbeda kali ini. Alarm yang biasa aku dengar terasa memaksaku untuk bangun dan bergegas sekolah, tapi kali ini sangat berbeda. Rasa senang, tak sabar, dan rindu, semuanya berkecamuk sehingga membangunkanku dari tidur yang sangat nyaman itu. Aku baru sadar, ternyata semua rasa itu timbul karna hari ini aku akan bertemu seseorang yang sangat aku cintai setelah kedua orang tua ku.

Nenek ku, ya, dia orang yang aku cintai setelah kedua orang tua ku. Sosok perempuan yang memberiku banyak petuah yang tidak mamahku beri. Memang terkadang nasihatnya terdengar kolot, tapi aku yakin akan berguna suatu hari nanti.

Setelah sadar dari tidurku yang lelap, dengan semangat aku bergegas mandi dan berjalan kaki menuju rumah Nenek yang tak jauh dari rumah ku. Anehnya, hari ini tak ada yang ikut bersama ku, tidak mamahku, ayahku, bahkan kakak ku. Bahkan aku tidak melihat mereka dirumah pagi ini. Tetapi  pikiran tersebut tidak memberhentikan langkahku menuju rumah Nenek.

Setiap langkah yang membawa ku pada Nenek bertambah juga rasa senangnya, hingga akhirnya pagar rumah Nenek yang ku lihat dari jarak beberapa meter membuat aku berlari dengan semangat dan langsung membuka pagar rumah Nenek.

Taman rumah Nenek ku tumben sekali dipenuhi dengan bunga-bunga yang mekar dan wangi sehingga menarik kawanan kupu-kupu yang menjadi sebab rumah Nenek indah sekali. "Nek, Aku datang!" seru ku dengan suara yang berseri. Sambil melihat taman Nenek yang dipenuhi bunga dan kupu-kupu, tak lama sosok perempuan berambut putih, dengan dress bergaya tua, sambil tersenyum menghampiri ku. Aku pun tersadar perempuan itu adalah Nenek ku. Dress nya yang terlihat familiar sekali dimata ku karena Nenek ku sering sekali mengenakannya, tapi entah kenapa saat itu aku tidak bosan melihat Nenek mengenakan dress kesukaannya lagi.

"udahan liatin bunganya, yuk duduk di kursi itu" ucap Nenek sambil menunjuk sebuah kursi putih di taman Nenek. Aku pun berdiri dan berjalan menuju kursi itu sambil menggandeng tangan Nenek, rasanya sudah lama sekali aku ingin menggandeng tangan ini.

Sesaat setelah duduk, Nenek mengawali percakapan "bagaimana kabarmu cucu ku?" dengan lembut suaranya masuk telingaku. "Masih sama Nek, aku baik-baik saja. Seisi rumah pun begitu, mereka baik-baik saja, tetapi kadang aku melihat Mamah menangis dibawah selimut pemberian Nenek" jawabku dengan suara sedikit sendu. Keheningan terjadi dalam beberapa saat dan dilanjutkan dengan senyuman " Wajar saja, Mamah mu itu adalah anak ku, pasti akan sulit baginya" jawabnya.

Aku terdiam dengan beberapa pertanyaan yang berenang di kepala. Apa maksudnya? Apa yang membuat Mamah Ku sulit? Itu bebeberapa pertanyaanya, tapi entah mengapa aku tidak menanyakan nya pertanyaan itu seakan-akan sudah menyadari sesuatu. Setelah jeda beberapa saat karena pikiranku, aku menjawab sambil bingung " Tidak, aku tidak baik-baik saja, aku juga teringat, aku sering menangis setiap kali melihat baju kesukaan Nenek di lemari, ada apa ini?".

Sambil menepuk lembut tanganku dan berusaha menenangkanku dia menjawab " Ternyata cucuku juga masih merasa sulit ya? Tak apa, semuanya memang butuh waktu. Satu hal yang harus kamu ingat, aku menyayangimu, Mamah mu, dan semua yang ku tinggalkan. Maaf sudah menyulitkan kalian semua, tapi hidup kalian terus berjalan, berbahagialah, aku akan melihat senyuman kalian dari sini. Sampaikan pada Mamah mu, jika teringat lebih baik doakan daripada menangisi"

"Kring kring kring" deringan alarm itu terasa sama lagi seperti biasanya, memaksaku bangun, dan menghempaskan mimpi ku. Aku membuka mata, sambil menyadari bahwa air mata jatuh selama aku tertidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun