Juga John Withword pernah berprosa. "I once talked about poetry to a hall full of French Schoolchildren-someone in the question-and-answer session that it was abviously in an absorbing hobby. But is isn't a hobby: poetry is my life". Puisi berisi centang-perentang pengalaman hidup. Hidup pun menjadi seni dalam keabadiannya (ars longa). Goresan-goresannya merupakan kitab nan agung karakter manusia yang bisa mengais disputandum hingga waktu yang tanpa batas. Setiap lembarnya berisi ketakjuban-ketakjuban searah gairah keingintahuan manusia yang tak pernah berhenti. Berhenti berarti kematian. Ketakjuban itu tertanda maklumat realitas dan pandangan yang baru dari tinta sang penyair. Dari kesadaran batin dan ingatannya, penyair dan tetangganya (pembaca) tentu punya perbedaan realitas dan pandangan.
Dengan demikian, sampailan kita pada gairah kepenyairan seraya mengamini pandangan penyair Adõnis bahwa "seorang penyair adalah manusia yang berjalan seraya memanggul beban dan tanggung jawab, menjelaskan kebutuhan esensial untuk pribadi dan kelompok, dan melihat satu wilayah yang menjerumuskan dalam kegelapan, kemudian dia menulis puisi yang mengungkap kontradiksi sebagai akar perpecahan, dan melalui perdebatan membuka cakrawala solusi yang mungkin dilakukan untuk perubahan (Issa J. Boullata, 2007)".
Dan, jika poetry is my life maka hidup akan semakin manis dan indah dalam maknanya. Puitikal hidup semakin layak dihidupi dan terasa penjang dalam kehidupan yang hanya mampir ngombe (vita brevis). Progresi hidup pun tidak statis prosaik. Teruslah berkreasi, penyairku!!! Dengan silet puisimu, terbelalah semua apel kemampanan makna yang di dalam daging tidur ulat-ulat belatung gemuk. Alamak!
Jogja, 01 Oktober 2010
Alfred Tuname
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H