Suatu sikap atau paradigma yang hendak mengubah tatanan hidup sosial dengan cara yang tidak baik, membunuh, merusak, meneror apakah dapat dibenarkan? Begitulah menurut para ahli soal radikalisme yang adalah suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ ekstrim.
[1] Baru-baru ini ada salah satu mahasiswa di Malang telah diamankan pihak kepolisian karena diduga sebagai antek-antek teroris
 Merujuk pada pendapat para ahli di atas paham radikalisme mesti diwaspadai bahkan harus dihilangkan dari tatanan hidup bermasyarakat, terutama dalam dunia mahasiswa. Karena paham ini sangat berbahaya dalam hidup bersama. Sebagai manusia Indonesia kita terdiri dari pelbagai suku, budaya dan kepercayaan.Â
Hidup berdampingan dan saling menghormati antar satu dengan yang lain sudah menjadi ciri khas dan keunikan bangsa kita di tengah kemajemukan. Pengalaman pahit masa lalu sudahlah, biar itu semua jadi pelajaran yang berharga untuk mengubah hidup yang lebih baik
 Sebagai manusia Indonesia sudah cukup perselisihan antar suku dan keyakinan menjadi duri dalam daging. Tiga ratu lima puluh tahun mengalami penderitaan juga karena politik adu domba. Antar suku, antar kerajaan, antar keyakinan. Semuanya agar Indonesia hancur sehingga mudah di kuasi oleh kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan.Â
Jendela pikiran harus kita buka supaya angin segar bisa masuk dan pelbagai debu dan pengap di dalam ruang pikiran kita dapat kembali normal. Kalau selalu tertutup angin segar tidak dapat masuk dan tentunya kita tak akan merasakan nikmatnya menghirup udara segar.
 Berita yang diperoleh dari media masa. BIN membenarkan ada beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia yang terpapar radikalisme, ada tujuh PTN dan 39 persen mahasiswa tertarik akan paham ini.[2]  Mahasiswa sebagai ujung tombak dari perubahan bukan hanya membawa dampak positif tetapi rupanya karena paham radikalisme bisa menjadi binatang buas yang sangat ganas.Â
Oleh karena itu, jangan sampai paham radikalisme ini terus berkembang di kalangan mahasiswa dan masyarakat karena dapat membahayakan keutuhan NKRI lebih-lebih masyarakat kecil.Â
 Lalu saya mencoba untuk merefleksikan. Siapakah yang salah. Orang tuanya? Keluarganya? Lingkungannya? Mungkin penyebab terpapar paham radikalisme  sangat kompleks. Tetapi setidaknya ada dua hal yang selama ini sadar atau tidak telah merasuki manusia Indonesia memiliki paham radikalisme yakni budaya dan agama. Budaya dan agama merupakan sumbangan terbesar bagi pembentukan pemahaman yang radikal.Â
Doktrin-doktrin yang ditanamkan dalam kehidupan beragama mestinya tidak dijadikan sebagai patokan untuk pembentukan peraturan dari semua kehidupan masyarakat sebab ini merupakan sebuah tindakan yang tidak baik yang mengesampingkan keadilan. Dalam TAP MPR RI No.V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional telah mengidentifikasi masalah-masalah yang menyebabkan krisis multidimensional,Â
yakni tidak menjadikan nilai-nilai agama dan budaya sebagai sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal ini kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. [3]Â
 Agama sebagai salah satu penyebab munculnya paham radikalisme. Terutama ketika orang kurang memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama dan keyakinannya. "Umat yang lemah dari segi pemahaman biasanya mudah tergiur dengan bujukan material untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama.Â
Termasuk tindakan redikalisme," ujar Menag Maftuh Basyuni.[4] Oleh karena itu para pemuka agama memiliki peran yang sentral dalam menjaga agar jangan sampai jemaatnya salah dalam memaknai apa yang diyakini benar sehingga tidak menimbulkan paham yang radikalisme.
 Sebagai pemuda yang adalah generasi penerus bangsa, generasi yang akan mewarisi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Yang mencakup nilai, Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan keadilan. Oleh karena itu, pemikiran yang keliru dan sesat yang dapat membahayakan keutuhan negara dan bangsa mesti ditanggalkan.Â
Agar negara kita yang terdiri dari pelbagai pulau yang terpencar-pencar dari Sabang sampai Merauke tetap bersatu padu dan tetap menjadi negara yang kokoh. Â Mahasiswa adalah ujung tombak dari masyarakat. Orang-orang masa depan yang akan menjadi pemimpin-pemimpin di negara kita sebagai agen perubahan dan cinta kasih. Ingatlah sumpahmu wahai mahasiswa.
Â
Salam Mahasiswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H