Karya seorang rahib : Pius Budiwijaya OCSO
Mumpung air mengalir
Di kemarau panjang di ujung senja
Mari kawan ambil timba kumpulkan air!
Ada musim-musim murah
Ada musim-musim mahal
Rahmat pun seperti jarang ada,
Sering tiada;
Cinta seperti dinanti bagai tetes embun!
Tapi ini ada satu dua tetes di hati, kawan!
Cinta itu bukan rasa senang semata, kawan.
Cinta itu dorongan halus untuk berbaik,
Untuk beribadah
Untuk berbela rasa
Untuk berbelas kasih!
Cinta dalam kadarnya yang tinggi
Membuat menangis atas ketidakadilan
Cinta dalam voumenya yang besar
Membuat gusar atas kekurangajaran
Terhadap yang sakral.
Cinta dalam dimensinya yang dalam
Membuat sakit rindu akan kekudusan.
Cinta dalam cakrawalanya yang luas
Membuat sayap-sayap bagi dirinya
 Untuk melanglang di langit-langit kemulusan.
Cinta dari dasar-dasarnya yang tersembunyi
Mau mendirikan kerajaan damai dan sejahtera
Kawan, adakah padamu air gemericik
Di suci hatimu?
Syukurilah itu seribu dan seribu:
Itu Roh Allah!
Kawan, di dosa hatiku ada padat padas
Yang terpecah,
Air sesal mengalir, tetapi kuminum berasa pahit
Namun dahagaku sembuh!
Kawan, apakah di terang imanmu
Ada sungai mengalir
Untuk membasahi taman-taman hatimu?
Di gelap batinku
Kurasa arus hitam
Merecik lincah
Untuk mencuci luka-lukaku
Da kukira ada padamu
Rahmat yang putih
Dan padaku rahmat yang hitam!
Kawan, mari bersyukur seibu dan seribu lagi!
Yang putih membuat Anda berkontemplasi
Dengan mata lebar
Yang hitam membuatku tatap Tuhan
Juga sesekali pun dengan mata sipit.
Sumber: Kami Ketagihan Tuhan oleh Romo Pius Budiwijaya OCSO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H