Secara hakiki dunia materi dan badani adalah sementara, fana, oleh karena itu tiada muatan rasional-intelektual atau tidak dapat mengajarkan apa pun pada manusia. sedangkan menurut Aristoteles yang juga merupakan murid dari Plato ia mencoba medeskripsikan perubahan yang berangkat dari peristiwa empiris.Â
Menurutnya setiap perubahan secara hakiki ditandai dengan adanya pergantian dua situasi atau entitas yang saling berlawanan misalnya, air dingin menjadi air panas, kayu yang dibakar menjadi abu, manusia lahir lalu meninggal.
Ini merupakan prinsip perubahan dari segala yang ada, dalam pengertian menjadi terminus a quo (titik berangkat) dan terminus ad quem (titik capai-tiba). Lalu kita sebagai manusia titik berangkatnya adalah kelahiran tentunya akan berubah untuk mencapai titik tiba.Â
Apakah yang menjadi titik tiba kita sebagai manusia? Itulah yang perlu kita cari dan kita refleksikan setiap hari. Kata Socrates (469 SM-399 SM) dalam pemikiran filosofisnya mengatakan bahwa hidup yang tidak direfleksikan tidak layak untuk dihidupi. Jika kita hanya mengejar kebahagiaan indrawi dan tidak pernah berefleksi tentang kehidupan kita sendiri sebenarnya kita tidak layak untuk hidup.
Hal penting yang patut kita ingat bahwa selama perubahan berlangsung terjadi proses pe-negatifan, penyangkalan atas status lama, tidak lagi berada seperti semula atau privatio. Menurut aristoteles titik berangkat perubahan disebut materia dan prinsip dari titik capai disebut forma.Â
Forma ini menggambarkan seluruh eksistensi realitas yang timbul dari perubahan dan sekaligus merupakan hal terpahami dari suatu entitas. Materi dan forma merupakan prinsip bersama ada yang memperlihatkan bahwa hakikat perubahan terletak pada pergantian derajat eksistensial ada.Â
Pergantian ini menunjukkan bahwa ada memiliki potensi atau kemampuan untuk berubah. Sebagai manusia pada hakikatnya akan berubah dan tidak tinggal tetap. Kita pun memiliki potensi untuk berubah, lihat saja perkembangan hidup kita sampai saat ini yang awalnya hanya seorang anak kecil kini telah menjadi manusia dewasa yang berbudi, lalu tidak lama lagi uzur dan meninggalkan dunia ini. Menurut Aristoteles bahwa tingkatan ada menggambarkan perubahan di dalam ada itu sendiri.Â
Dalam hal ini, ia membagi perubahan ada menjadi dua sudut pandang. Pertama adalah perubahan substansi dan aksidental. Pada prinsipnya perubahan mempunyai kedalaman yang berbeda. Perubahan yang menghasilkan entitas baru disebut perubahan substansi, misalnya dari sperma menjadi manusia, dari kayu menjadi abu, perubahan kombinasi kimiawi. Lalu yang hanya menyebabkan modifikasi pada entitas disebut perubahan aksidental, misalnya perubahan bentuk, warna, pertumbuhan dan penurunan mutu pada makhluk hidup. Manusia misalnya yang dulunya muda lama-lama semakin tua.Â
Juga pikiran kita misalnya ketika kita stres atau sedang dalam masalah dalam waktu tertentu perlu disadari bahwa hal tersebut bukanlah realitas otonom. Oleh karena itu manusia perlu tetap tenang sambil berusaha melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Kedua, perubahan dalam relasi substansi dengan aksiden, dalam realitas substansi dan aksiden berada dalam satu entitas obyektif.
Dari pembahasan singkat ini saya ingin menyimpulkan bahwa, sebagai manusia yang masih berziarah di semesta ini. Maka ada baiknya terus belajar dan memaknai keberadaan serta tujuan hakiki dari ada kita di dunia ini.Â
Di dunia digital dan yang serba instan ini banyak hal yang kerap kali mendorong kita untuk mencapai pada realitas indrawi bukan yang ilahi. Lupa akan prinsip hidup yang melekat pada diri yang fana ini. Bahwa kita semua tanpa memandang suku dan agama semuanya tunduk pada hukum perubahan. Orang-orang kerap kali mempersoalkan sesuatu yang sebenarnya bukan yang harus dipersoalkan.Â