Mohon tunggu...
Alfred Nabal
Alfred Nabal Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Scripta Manent Verba Volant

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kelemahan Manajemen Krisis Garuda Indonesia

19 Juli 2019   17:35 Diperbarui: 19 Juli 2019   19:03 4625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kompas Lifestyle

                                                                                                

Garuda Indonesia, sebuah maskapai pelat merah di Indonesia kembali menjadi sorotan publik saat ini. Setelah menjadi pihak terlapor dalam kasus dugaan kartel tiket pesawat, Maskapai Garuda Indonesia melalui serikat karyawannya kembali membuat publik heboh karena memolisikan dua youtuber Indonesia, Rius Vernandes dan Elwiyana Monika, karena keduanya mengunggah foto daftar menu yang ditulis tangan dalam penerbangan kelas bisnis Garuda Indonesia. Kedua youtuber ini dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik.

Pelaporan yang dilakukan maskapai Garuda Indonesia ini mendapatkan sentimen negatif publik, baik di dunia nyata maupun di jagat maya. Apalagi pasca unggahan ini viral di media sosial, pihak maskapai mengeluarkan aturan yang melarang pengambilan foto di dalam kabin pesawat. Publik menilai, reaksi Garuda Indonesia atas unggahan dua youtuber Indonesia sebagai wujud sikap anti kritik dan terkesan berlebihan. Sentimen negatif publik ini menambah catatan buruk maskapai ini dalam beberapa waktu terakhir.

Manajemen Krisis Organisasi

Dewasa ini, kemajuan teknologi media menyebabkan percepatan penyebaran informasi terjadi secara eksponensial. Berita miring dan isu negatif yang menimpa organisasi akan menyebar dengan cepat. Publik akan mendapatkan informasinya hanya dalam hitungan detik. Jika organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tidak mampu mengelola pemberitaan miring dan isu negatif yang menimpa dirinya, yang akan terjadi adalah organisasi bersangkutan akan jatuh dalam krisis.

Krisis merupakan sebuah keniscayaan dalam aktivitas organisasi. Kondisi krisis menempatkan organisasi dalam dalam sebuah sorotan. Kondisi krisis membangun atensi stakeholders dan publik secara luas. Semakin kompleks sebuah organisasi, potensi kerentanan akan terjadinya krisis semakin besar. Boudreaux (2005) menyatakan, organisasi industri tertentu bahkan sangat melekat dengan situasi krisis ini.

Kondisi krisis tidak dapat dihindari. Setiap organisasi pasti pernah mengalami krisis. Untuk itu, diperlukan suatu cara yang baik agar krisis yang menimpa individu atau organisasi tidak berdampak buruk terhadap keberlangsungan individu atau organisasi bersangkutan. Cara untuk menghadapi krisis (crisis bergaining and negotiation), membuat keputusan di saat krisis (crisis decision making), dan memantau perkembangan krisis (crisis dynamics) inilah yang disebut dengan manajemen krisis.

Manajemen krisis menentukan bagaimana sebuah organisasi mampu melewati situasi krisis yang menimpanya. Manajemen krisis yang baik akan membuka kesempatan yang besar untuk membangun citra dan reputasi organisasi. Sebaliknya, manajemen krisis yang buruk akan menurunkan citra dan reputasi organisasi.

Untuk manajemen krisis organisasi bisnis (perusahaan), satu bagian penting yang sangat menentukan citra dan reputasi perusahaan adalah manajemen komunikasi publik (public relation). Perusahaan-perusahaan bisnis yang go public pasti selalu mengalami pemberitaan miring dan isu-isu negatif atas dirinya. Manajemen komunikasi publik yang baik tentu akan menyelamatkan citra dan reputasi perusahaan bersangkutan. Demikian sebaliknya.

Lemahnya Manajemen Krisis Garuda Indonesia 

Industri penerbangan seperti Garuda Indonesia dalam tesis Boudreaux menjadi salah satu industri yang inheren dengan situasi krisis. Selain karena cukup kompleks dari segi organisasi, industri ini juga setiap saat berhubungan dengan publik. Setiap saat, brand industri penerbangan ini berada di bawah "lampu sorot" publik. Sedikit saja kesalahan yang dilakukan, reaksi publik akan ditimpakan kepadanya.

Situasi yang menimpa maskapai Garuda Indonesia baru-baru ini menempatkan perusahaan tersebut pada kondisi krisis. Dari perspektif teori manajemen krisis, terdapat tiga kondisi krisis yang menimpa maskapai berpelat merah ini.

Pertama, krisis karena produk yang kurang sempurna. Dalam sebuah bisnis, perusahaan menawarkan produk, baik berupa barang maupun jasa. Kedua produk yang tawarkan tersebut memiliki potensi krisis, jika keduanya tersaji dengan kurang sempurna. Persoalan menu yang ditulis tangan dalam penerbangan kelas bisnis di Garuda Indonesia dari kacamata pelanggan/penumpang adalah produk yang kurang sempurna. Setidaknya, hal ini yang dirasakan oleh Rius Vernandes dan Elwiyana Monika dan membahasnya dalam akun youtube mereka.  

Kedua, krisis komunikasi publik. Reaksi maskapai Garuda Indonesia atas unggahan Rius Vernandes dan Elwiyana Monika menunjukkan krisis komunikasi publik yang dialami perusahaan tersebut. Garuda Indonesia melakukan pola defensif dan ofensif bersamaan secara brutal. Pola defensif dilakukan dengan mengeluarkan aturan yang melarang pengambilan gambar dalam kabin pesawat. Sementara pola ofensif dilakukan dengan memolisikan Rius Vernandes dan Elwiyana Monika dengan dugaan pencemaran nama baik. Sebagai perusahaan yang go public, ke dua cara ini menunjukkan krisis komunikasi publik.

Ketiga, krisis karena persepsi publik. Karena ketidakmampuan mengelola krisis pertama melalui komunikasi publik yang baik, maskapai Garuda Indonesia mendapatkan persepsi yang negatif dari publik. Garuda Indonesia telah melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan publik. Garuda Indonesia dinilai publik terkesan anti kritik karena keputusan larangan mengambil foto dalam kabin pesawat dan melaporkan dua pelanggannya ke polisi. Akibatnya, citra dan reputasi perusahaan menjadi buruk.

Rentetan krisis yang dialami Garuda Indonesia ini menunjukkan lemahnya manajemen krisis maskapai tersebut. Jika ditelusuri, masalah utama yang dialami Garuda Indonesia terletak pada buruknya manajemen komunikasi publik. Ketidakmampuan mengelola krisis yang skalanya cukup kecil (produk yang kurang sempurna) menyebabkan maskapai ini mengalami kerugian yang berlipat ganda akibat rentetan krisis setelahnya.

Seandainya saja pihak Garuda Indonesia mengakui kekurangan mereka perihal menu yang ditulis tangan, meminta maaf ke publik, dan berjanji untuk membenahinya di kemudian hari, resistensi publik tidak semasif sekarang dan citra mereka tetap dinilai baik di mata publik. Ke depan, manajemen Garuda Indonesia perlu membenahi secara baik komunikasi publik mereka, terutama ketika menghadapi krisis yang berkaitan dengan media relations seperti ini.

Alfred Nabal, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun