Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Api di Tangan Pejabat

3 Februari 2025   23:07 Diperbarui: 3 Februari 2025   23:21 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Api di Tangan Pejabat: Gas 3 KG yang Menjadi Bom Waktu


Dulu, gas 3 KG adalah nyawa bagi ibu-ibu di dapur, penopang kehidupan keluarga kecil. Tapi kini, kelangkaannya seperti hantu yang mengintai, menyisakan rintihan dan kepanikan. Pemerintah bermain api dengan kebijakan yang tak jelas, dan rakyat yang terjepit hanya bisa menunggu ledakan---bukan hanya dari tabung gas, tapi dari kemarahan yang terpendam. Hati-hati, pejabat yang bermain api, suatu saat kalian bisa kebakar dan terledak oleh amarah rakyat.
---
Ibu Siti, seorang ibu rumah tangga biasa, sudah tiga hari tak bisa memasak untuk keluarganya. Gas 3 KG, yang biasanya mudah didapat, kini seperti harta karun yang hilang. Pemerintah berdalih ada masalah distribusi, tapi bagi Ibu Siti, itu hanya omong kosong. Dia sudah berkeliling ke warung-warung, antre di agen gas, bahkan sampai ke pasar gelap, tapi semuanya nihil. Tabung-tabung gas itu seperti menguap, entah ke mana.

Suatu malam, Ibu Siti memutuskan untuk memasak dengan kayu bakar. Asap mengepul dari dapur sederhananya, matanya perih, tapi dia tak punya pilihan. Anak-anaknya sudah kelaparan. Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar suara ledakan keras. Gemuruhnya mengguncang desa. Ibu Siti berlari keluar, melihat asap hitam membumbung tinggi dari arah rumah tetangganya, Pak Kojo.

Rumah Pak Kojo hancur berantakan. Ternyata, dia nekat menggunakan gas 12 KG yang dipaksakan ke kompor 3 KG. Ledakannya merenggut nyawa istrinya dan melukai anaknya. Darah dan tangis memenuhi udara. Ibu Siti terduduk lemas, hatinya hancur. Dia takut, suatu saat nanti, rumahnya akan bernasib sama.

Tapi kelangkaan gas 3 KG bukan hanya soal ledakan fisik. Ada ledakan lain yang lebih mengerikan: ledakan kemarahan rakyat. Di kota, aksi protes mulai bermunculan. Massa berkumpul di depan kantor pemerintah, menuntut kejelasan. Tapi pejabat hanya tersenyum sinis, berbicara tentang kebijakan yang tak pernah jelas. Mereka duduk nyaman di kursi empuk, sementara rakyat bergulat dengan kepanikan.

Suatu malam, seorang pejabat tinggi, Bapak Hilbal, sedang pulang ke rumahnya yang mewah. Dia baru saja menghadiri rapat tentang "stabilitas pasokan gas." Tapi di tengah perjalanan, mobilnya tiba-tiba berhenti. Mesin mati. Dia mencoba menyalakannya kembali, tapi gagal. Tiba-tiba, dari kegelapan, muncul sekelompok orang. Wajah-wajah mereka penuh amarah. Mereka membawa tabung gas 3 KG, tapi bukan untuk memasak.

"Kalian mau apa?!" teriak Bapak Hilbal, suaranya gemetar.

"Kami hanya ingin Bapak merasakan apa yang kami rasakan," jawab salah satu dari mereka, suaranya dingin.

Mereka mengikat Bapak Hilbal di kursi, lalu meletakkan tabung gas di dekatnya. Salah satu dari mereka membuka katupnya. Gas mulai bocor, baunya menusuk hidung. Bapak Hilbal menjerit, memohon ampun, tapi tak ada yang mendengar. Salah satu dari mereka mengambil korek api.

"Api ini adalah simbol kemarahan kami. Kalian main-main dengan gas, sekarang rasakan akibatnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun