Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Wisata Halal di Indonesia: Menavigasi Janji Ekonomi dan Harmoni Budaya

1 Februari 2025   20:07 Diperbarui: 1 Februari 2025   20:26 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: islamictubeuk.com)

Wisata Halal di Indonesia: Menavigasi Janji Ekonomi dan Harmoni Budaya

Indonesia, negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, telah lama menjalani dinamika antara agama dan pemerintahan. Berlandaskan Pancasila, filosofi yang menekankan persatuan dalam keragaman, nusantara ini berhasil menyeimbangkan identitas keagamaan dengan komitmen terhadap pluralisme.

Kini, keseimbangan tersebut diuji di sektor pariwisata, di mana dorongan pemerintah untuk mengembangkan wisata halal -pasar khusus bagi pelancong Muslim- memantik perdebatan sengit. Pendukungnya menekankan potensi ekonominya, sementara pengkritik mengkhawatirkan homogenisasi budaya di negara yang justru dipuja karena keberagamannya.

Perdebatan ini khususnya panas di Bali, pulau mayoritas Hindu yang ekonominya bertumpu pada daya tarik kosmopolit. Saat Indonesia berupaya meraih pasar wisata halal global senilai US$225 miliar, tantangannya adalah menyelaraskan ambisi ekonomi dengan semangat inklusivitas Pancasila.

(sumber: driau.com)
(sumber: driau.com)

Daya Tarik Ekonomi Wisata Halal

Potensi Indonesia dalam wisata halal tak terbantahkan. Sebagai pemuncak Global Muslim Travel Index 2023, negeri ini siap menarik sebagian dari 230 juta pelancong Muslim dunia. Daerah seperti Aceh dan Sumatera Barat, yang tradisi Islamnya melekat dalam budaya lokal, paling diuntungkan.

Sertifikasi halal -yang menjamin restoran bebas babi, fasilitas sholat, dan area terpisah untuk gender- dapat meningkatkan standar infrastruktur dan layanan, menarik tidak hanya Muslim tetapi juga non-Muslim yang mengutamakan kebersihan atau eksplorasi budaya. Untuk wilayah konservatif, label ini memperkuat nilai lokal sekaligus menjadi keunikan di pasar pariwisata yang kompetitif.

Secara ekonomi, insentifnya jelas. Wisata halal dapat menghidupkan sektor mulai dari perhotelan hingga kuliner, menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi. Wisata religi, seperti tur ziarah ke masjid bersejarah atau universitas Islam, memperkaya ragam produk pariwisata Indonesia. Kampanye Kementerian Pariwisata seperti Muslim-Friendly Tourism bertujuan memosisikan Indonesia sebagai pemimpin global di ceruk ini, memanfaatkan permintaan akan pengalaman wisata yang ramah keyakinan.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Gesekan Budaya dan Risiko Eksklusivitas

Namun, dorongan sertifikasi halal menuai penolakan, terutama di wilayah yang budaya dominannya bukan Islam. Bali, dengan 80% ekonomi bergantung pada pariwisata, menjadi contoh nyata ketegangan ini. Kesuksesan pulau ini terletak pada daya tarik universalnya: perpaduan tradisi Hindu, hiburan malam, dan keindahan alam yang memikat jutaan wisatawan non-Muslim tiap tahun. Anggota DPR dan pemimpin lokal menentang pemberlakuan standar halal di sini, dengan argumen bahwa hal itu bisa menjauhkan pasar utama Bali dan mengikis identitasnya sebagai destinasi sekuler.

Di luar Bali, kritikus mengingatkan risiko mempromosikan Indonesia semata melalui kacamata Islam. Slogan pariwisata "Wonderful Indonesia" merayakan keragaman: candi kuno, terumbu karang, dan kota multikultural. Terlalu menekankan branding halal berisiko mengaburkan kekayaan ini, secara tak sengaja memberi sinyal bahwa wisatawan non-Muslim adalah prioritas sekunder. Selain itu, beban birokrasi sertifikasi bisa memberatkan UMKM, terutama di daerah minoritas Muslim, di mana kepatuhan mungkin terasa tidak selaras dengan budaya atau memberatkan secara finansial.

(sumber: islamictubeuk.com)
(sumber: islamictubeuk.com)

Pelajaran dari Dalam dan Luar Negeri

Keragaman Indonesia sendiri menawarkan peta kebijakan yang peka konteks. Aceh, dengan otonomi khususnya, berhasil mengintegrasikan wisata syariah tanpa memaksakannya ke provinsi lain. 

Malaysia dan Turki juga menunjukkan bagaimana wisata halal dapat berdampingan dengan destinasi sekuler. Malaysia memasarkan Kuala Lumpur sebagai pusat halal bersama warisan multikultural Penang, sementara Turki menyeimbangkan landmark Islam Istanbul dengan resor pantai Antalya. Contoh ini mengajarkan satu pelajaran: diferensiasi, bukan standarisasi, adalah kunci.

Kesuksesan pariwisata Bali -yang bertumpu pada budaya Hindu dan daya tarik universal- juga menggambarkan bahaya kebijakan seragam. Penolakan pulau ini terhadap pemaksaan halal menegaskan pentingnya kewenangan lokal dalam menjaga ekosistem budaya dan ekonomi.

(Bandung, salah satu destinasi wisata halal terbaik, sumber: inews.id)
(Bandung, salah satu destinasi wisata halal terbaik, sumber: inews.id)

Memprioritaskan Fondasi, Bukan Label

Daripada terpaku pada sertifikasi halal, Indonesia perlu memprioritaskan peningkatan dasar untuk memperkuat sektor pariwisata secara universal:

Pertama, Pembangunan Infrastruktur. Peningkatan bandara, jalan, dan konektivitas digital di daerah terpencil seperti Raja Ampat atau Flores akan membuka destinasi baru sekaligus mengurangi kepadatan di lokasi wisata utama seperti Bali.

Kedua, Praktik Berkelanjutan. Memerangi over-tourism melalui inisiatif seperti pembatasan pengunjung di Taman Nasional Komodo menjamin pelestarian ekologi untuk generasi mendatang.

Ketiga, Pelestarian Budaya. Investasi di situs warisan -dari Candi Borobudur hingga ritual leluhur Toraja- memperkuat keunikan Indonesia.

Keempat, Kualitas Layanan. Program pelatihan SDM pariwisata, ditambah standar keamanan dan kebersihan ketat, akan meningkatkan pengalaman wisatawan secara menyeluruh.

Kelima, Inovasi Digital. Platform terpadu untuk mempromosikan UMKM dan destinasi dapat mendemokratisasi akses ke ekonomi pariwisata.

Prioritas ini menjawab kebutuhan universal, menguntungkan semua wisatawan sekaligus memperkuat daya saing global Indonesia.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Menuju Solusi Inklusif

Pendekatan seimbang membutuhkan nuansa. Wisata halal perlu didorong di daerah yang selaras dengan budaya lokal, seperti Aceh, tetapi tidak dipaksakan di wilayah penolak seperti Bali. Sertifikasi harus bersifat sukarela, membebaskan bisnis di daerah non-Muslim dari tekanan tak perlu. Secara nasional, branding Indonesia harus menonjolkan keragaman melalui kampanye seperti "Indonesia Tanpa Batas", yang memamerkan warisan Islam hingga kehidupan malam kosmopolit.

Kolaborasi adalah kunci. Pembuat kebijakan, pelaku usaha, pemimpin agama, dan komunitas harus bersama-sama merancang strategi yang menghormati identitas daerah sambil menjangkau pasar global. Desentralisasi tata kelola pariwisata akan memberdayakan provinsi untuk merancang kebijakan yang mencerminkan aset dan nilai unik mereka.

Kesimpulan: Pancasila sebagai Penuntun

Sebagai negara dengan Pancasila sebagai falsafah dasar berdemokrasi, kekuatan Indonesia terletak pada kemampuannya menyelaraskan kontras. 

Wisata halal, meski menjanjikan secara ekonomi, tak boleh mengaburkan visi besar inklusivitas bangsa. Dengan memprioritaskan infrastruktur, keberlanjutan, dan vitalitas budaya, Indonesia dapat melampaui label niche untuk menjadi destinasi yang memukau semua pelancong: baik mereka yang mencari ketenangan spiritual di Aceh, inspirasi seni di Yogyakarta, atau keindahan tropis di Bali.

Pada akhirnya, tujuannya bukanlah dikenal sebagai destinasi "halal" atau "sekuler", tetapi sebagai negeri penuh keajaiban yang tidak sekadar mentolerir keragaman, namun merayakannya.

Dalam semangat Pancasila, masa depan pariwisata Indonesia haruslah seluas dan seberagam kepulauannya, seperti kain yang ditenun dari banyak benang, masing-masing berwarna dan bermakna.

Referensi

Indonesia Peringkat Pertama dalam Global Muslim Travel Index 2023 (https://www.liputan6.com/lifestyle/read/5304739/indonesia-peringkat-pertama-global-muslim-travel-index-2023-sandiaga-uno-ungkap-wisata-halal-dongkrak-peningkatan-jumlah-wisatawan)

DPR Minta Wisata Halal Tidak Diterapkan di Bali (https://travel.detik.com/travel-news/d-7619463/anggota-dpr-temui-wamenpar-minta-wisata-halal-tak-diterapkan-di-bali)

Wakil Ketua MPR Dorong Pengembangan Wisata Halal (https://news.detik.com/berita/d-7463084/waka-mpr-dorong-peluang-sektor-pariwisata-halal-dimanfaatkan-dengan-baik)

Kemenpar Genjot Wisata Halal untuk Tarik Wisatawan Muslim (https://kumparan.com/kumparanbisnis/kemenparekraf-fokus-genjot-pariwisata-ramah-muslim-bagaimana-strateginya-1z39IufVKtU)

Bali Tolak Wisata Halal, Pertahankan Citra Universal (https://bali.tribunnews.com/2024/12/23/tolak-wisata-halal-bali-sediakan-wisata-ramah-muslim-simak-penjelasan-btb-berikut-ini)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun