Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

[horormalamsabtu]: Hujan yang Tak Pernah Usai

31 Januari 2025   22:16 Diperbarui: 31 Januari 2025   22:16 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Sarman terhuyung mundur. Napasnya tersengal. Tubuhnya gemetar saat sosok-sosok itu mulai melangkah mendekat, meninggalkan jejak lumpur yang perlahan menghilang di antara genangan air hujan. Ia berbalik, berlari secepat mungkin menuju kampung. Namun, suara langkah itu tetap mengikutinya.

Ketika sampai di rumah, ia menggedor pintu dengan panik. Ibunya, yang melihat anaknya basah kuyup dengan wajah pucat, segera menariknya masuk. Tapi sebelum pintu tertutup, samar-samar ia mendengar bisikan, "Kami belum selesai..."

Keesokan paginya, hujan berhenti. Kampung tampak seperti biasa, seakan tidak terjadi apa-apa. Tapi Sarman tahu, mereka masih ada di sana, menunggu hujan berikutnya untuk kembali menghantui. Sejak malam itu, ia tak pernah lagi menantang hujan. Karena ia tahu, di Kampung Cibatu, hujan bukan sekadar air yang jatuh dari langit, melainkan pintu bagi mereka yang tak pernah benar-benar pergi.

Beberapa hari kemudian, sebuah fakta mengejutkan terungkap. Ternyata, dana sumbangan bencana yang dikumpulkan setelah longsor besar dulu tidak pernah benar-benar digunakan untuk membangun kembali kampung. Perangkat desa menggelapkan sebagian besar uang itu, meninggalkan korban yang seharusnya mendapatkan bantuan.

Desas-desus mulai menyebar bahwa sosok-sosok yang menghantui kampung adalah arwah mereka yang kehilangan nyawa akibat kelalaian dan keserakahan. Setiap kali hujan turun deras, mereka datang bukan hanya untuk menjerit, tetapi untuk menuntut keadilan yang tidak pernah mereka dapatkan. Warga mulai sadar bahwa hukuman sejati bagi mereka yang telah berkhianat tidak hanya datang dari hukum dunia, tetapi juga dari arwah mereka yang tak tenang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun