Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imlek dan Ketetanggaan: Merajut Harmoni di Tengah Keberagaman

29 Januari 2025   09:13 Diperbarui: 29 Januari 2025   12:33 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Imlek dan Ketetanggaan: Merajut Harmoni di Tengah Keberagaman

Ketika masih hidup di asrama, tahun baru imlek selalu melimpah makanan dan kue-kue imlek. Entah dari mana datangnya, yang pasti anak asrama senang dan bahagia. Kue keranjang meski sedikit alot tetap enak dan ludes. Sebagai balasan kami mendoakan siapapun yang berbuat baik itu mendapatkan berkat Tuhan. 

Tahun Baru Imlek adalah momen penuh warna dan makna bagi komunitas Tionghoa, sekaligus menjadi cerminan keberagaman Indonesia. Namun, di balik gegap gempita perayaan, hidup bertetangga sering kali menghadirkan tantangan tersendiri. Bagaimana kita dapat menjadikan Imlek bukan hanya sebagai perayaan budaya, tetapi juga sarana memperkuat harmoni sosial?

Ketegangan Sosial dalam Hidup Bertetangga

Perayaan Imlek memang menjadi momen yang penuh warna, tidak hanya untuk masyarakat Tionghoa tetapi juga untuk seluruh masyarakat Indonesia. Namun, keragaman tradisi dan kebiasaan seringkali menimbulkan ketegangan sosial antara tetangga, terutama bagi mereka yang tidak sepenuhnya memahami makna dan pentingnya perayaan tersebut. Selain suara petasan, berbagai aspek lain juga dapat menimbulkan gesekan dalam hidup bertetangga.

Misalnya, penggunaan dekorasi yang khas seperti lampion merah, dan ikon-ikon khas Imlek seperti angpao dan suasana meriah di sekitar rumah. Tak jarang, warga sekitar yang tidak memahami nilai estetika dan simbolis dari dekorasi tersebut merasa terganggu atau menganggapnya tidak sesuai dengan budaya mereka. Situasi ini seringkali berkembang menjadi kesalahpahaman yang dapat menciptakan jarak sosial. Selain itu, beberapa warga yang kurang akrab dengan tradisi Imlek mungkin merasa canggung atau tidak nyaman saat mereka melihat keramaian di lingkungan sekitar yang tidak biasa, terutama ketika ada pertemuan keluarga besar atau kegiatan kumpul-kumpul yang melibatkan musik atau bernyanyi.

Salah satu cara untuk mengatasi ketegangan ini adalah dengan membangun komunikasi yang baik antara warga yang merayakan Imlek dan tetangga lainnya. Diskusi terbuka mengenai perayaan dapat membantu menjelaskan makna di balik tradisi dan simbol-simbol yang dipakai selama perayaan. Misalnya, tetangga yang merayakan Imlek bisa mengundang tetangga lainnya untuk ikut serta dalam beberapa aktivitas, seperti menikmati makanan khas atau mengikuti perayaan dengan cara yang lebih santai. Dengan adanya kehadiran tetangga dalam perayaan tersebut, mereka bisa lebih memahami budaya yang berbeda dan melihat bahwa perayaan tersebut bukanlah ancaman, melainkan sebuah warna dalam keragaman yang ada.

Selain itu, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya saling menghormati perbedaan dalam budaya. Program-program interaksi antarwarga yang memuat acara budaya dapat menjadi jembatan bagi pemahaman dan toleransi. Misalkan, mengadakan festival budaya di tingkat lingkungan yang mengundang berbagai elemen budaya untuk tampil dan berbagi pengalaman. Dengan cara ini, warga yang merayakan Imlek tidak hanya merayakan identitas budaya mereka, tetapi juga mengajak tetangga mereka untuk ikut serta merasakan kegembiraan dan makna dari perayaan tersebut.

Kunci dari semua ini adalah membangun empati dan rasa saling memahami dalam kehidupan bertetangga. Dengan langkah-langkah sederhana namun berarti, ketegangan yang mungkin muncul dari perbedaan dapat diminimalisir, sehingga tercipta harmonisasi antarbudaya yang lebih kuat. Dalam kehidupan sosial, tidak ada yang lebih penting daripada rasa saling menghargai dan memahami, terutama dalam masyarakat yang kaya akan keragaman seperti Indonesia.

Menghormati Tradisi dan Menumbuhkan Empati

Menghormati tradisi dan menumbuhkan empati dalam konteks kehidupan bertetangga bukan hanya sekadar pilihan etis, tetapi juga suatu kebutuhan untuk menjaga keharmonisan sosial, terutama di lingkungan yang majemuk. Ketika kita berbicara tentang harmoni dalam bertetangga, kita merujuk pada hubungan yang saling menghargai dan saling memahami, yang tidak tercapai dengan sendirinya. Hal ini memerlukan usaha dari semua pihak untuk membangun interaksi yang positif.

Pengalaman menunjukkan bahwa interaksi yang membangun dimulai dari komunikasi yang baik. Ketika seorang tetangga merasa keberatan terhadap kebisingan, seperti suara petasan saat perayaan Imlek, pendekatan yang sopan dan penuh pengertian akan mendapatkan respons lebih baik. Misalnya, jika seorang tetangga datang dengan niat baik, menyampaikan ketidaknyamanannya dengan kalimat yang berisi pemahaman akan makna perayaan bagi yang merayakan, seperti, "Saya mengerti bahwa ini adalah momen yang spesial bagi Anda dan keluarga, tetapi suara petasan sedikit mengganggu kenyamanan kami," akan lebih diterima. Pesan yang disampaikan dengan empati cenderung menghasilkan dialog yang lebih konstruktif, memungkinkan pihak yang merayakan untuk memahami kekhawatiran tersebut dan mungkin mencari solusi, seperti mengatur waktu penggunaan petasan agar tidak terlalu larut malam.

Sebaliknya, ketika komunitas Tionghoa mengundang tetangga-tetangga mereka untuk merasakan sukacita Imlek, tindakan ini menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk menjembatani perbedaan budaya. Kegiatan berbagi kue keranjang atau mengadakan makan malam bersama tidak hanya memberikan kesempatan untuk menikmati kuliner khas Tionghoa, tetapi juga menghadirkan suasana kebersamaan yang hangat. Dalam momen-momen tersebut, tetangga yang diundang tidak hanya menjadi penonton tetapi juga dapat berpartisipasi, belajar lebih banyak tentang tradisi, dan akhirnya dapat menghargai keunikan budaya yang dirayakan tanpa ketakutan akan perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun