Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengalungkan Sarung: Makna Relasi dan Kehangatan dalam Tradisi Nusantara

22 Januari 2025   21:00 Diperbarui: 22 Januari 2025   20:55 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Selain itu, tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat NTT menjaga hubungan sosial yang inklusif, di mana tamu tidak hanya diperlakukan sebagai pengunjung tetapi sebagai bagian dari komunitas. Proses pengalungan sarung memperlihatkan solidaritas yang melampaui batas-batas etnis atau geografis, menciptakan ruang bagi dialog budaya yang harmonis. Sarung menjadi alat penyatu yang memperkuat relasi sosial dalam kerangka adat yang penuh makna, sekaligus menegaskan identitas kolektif masyarakat NTT di tengah tantangan globalisasi.

Perspektif Relasi Persahabatan: Sarung Sebagai Jembatan Hati

Relasi persahabatan membutuhkan momen pengakuan yang mendalam. Tradisi mengalungkan sarung adalah salah satu cara untuk mengukir pengakuan itu. Kehadiran fisik yang bermakna sering kali terabaikan di dunia digital saat ini, di mana hubungan lebih sering dibangun melalui interaksi maya. Namun, ketika sarung dikalungkan, itu menjadi simbol bahwa seseorang diakui, dihormati, dan diterima sebagai bagian dari lingkaran persahabatan atau bahkan keluarga.

Pengalaman ini menciptakan rasa keintiman yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, tetapi sangat nyata dalam praktiknya. Menghidupkan kembali tradisi ini dalam konteks pertemanan dan acara sosial dapat menjadi cara untuk memperkuat ikatan manusia yang tulus di tengah dunia yang semakin virtual.

Dalam era digital, di mana komunikasi lebih banyak dilakukan melalui layar, tradisi seperti ini menjadi semakin relevan. Sarung yang dikalungkan secara fisik menciptakan momen nyata yang tidak bisa digantikan oleh interaksi virtual. Hal ini mengajarkan bahwa sentuhan budaya dan kehadiran fisik mampu menciptakan hubungan yang lebih bermakna dan mendalam dibandingkan sekadar pesan atau gambar di media sosial.

Selain itu, tradisi ini juga menjadi pengingat akan pentingnya keseimbangan antara hubungan digital dan hubungan nyata. Di tengah era modernisasi, menghidupkan tradisi ini adalah cara untuk menciptakan ruang di mana manusia dapat benar-benar terhubung, berbagi pengalaman, dan mempererat persahabatan dengan cara yang otentik dan berakar pada nilai-nilai budaya.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Penutup: Menghidupkan Kembali Makna Tradisi

Tradisi mengalungkan sarung memiliki nilai yang mendalam dari berbagai sudut pandang. Sarung tidak hanya melingkupi tubuh, tetapi juga menghangatkan hati, menghubungkan jiwa, dan memperkuat rasa komunitas. Menjaga tradisi ini tetap hidup berarti menjaga kehangatan manusia di tengah dunia yang terus berubah. 

Dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari keluarga hingga institusi pendidikan, kita dapat memastikan bahwa tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari masa lalu, tetapi juga masa depan yang penuh harapan dan makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun