Pertama, Pendukung Keuangan Desa. TKD sering disewakan kepada pihak ketiga, dan pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan desa, membayar honor perangkat desa, serta mendanai kegiatan sosial dan budaya.
Kedua, Cadangan Tanah untuk Kepentingan Umum. TKD berfungsi sebagai cadangan tanah yang dapat digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur desa, fasilitas umum, atau program pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, Pengembangan Ekonomi Lokal. Pemanfaatan TKD diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat, seperti pertanian, perkebunan, atau usaha kecil dan menengah (UKM), sehingga memberikan manfaat langsung kepada warga desa.
Namun, meskipun memiliki tujuan mulia, pengelolaan TKD sering kali menghadapi tantangan besar, termasuk penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Tantangan dalam Pengelolaan Tanah Kas Desa
Pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD) di Indonesia tidak hanya menghadapi masalah administratif tetapi juga berakar pada dinamika sosial dan budaya yang kompleks. Di banyak daerah, terutama di lokasi dengan sejarah panjang agraris seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, pengelolaan TKD menjadi sangat rentan terhadap berbagai tantangan.
Dari konflik kepentingan antara pihak-pihak tertentu hingga kurangnya pemahaman masyarakat tentang hak dan kemampuan mereka untuk mengelola tanah ini, situasi ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyalahgunaan. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan memahami tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan TKD agar solusi yang efektif dan berkelanjutan dapat dirumuskan demi menuju kesejahteraan desa yang lebih baik.
Pertama, Kasus Mafia Tanah dan Penyalahgunaan Peruntukan. Di DIY, kasus mafia tanah seperti yang terjadi di Wedomartani, Sleman, menyoroti bagaimana aset desa dikuasai untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Dengan vonis delapan tahun penjara terhadap pelaku, pemerintah menunjukkan komitmen untuk melawan praktik ini. Namun, skala permasalahan yang lebih luas masih memerlukan pendekatan sistemik dan komprehensif.
Kedua, Kurangnya Transparansi dan Pengawasan. Penyalahgunaan peruntukan tanah kas desa sering terjadi akibat lemahnya pengawasan. Misalnya, sembilan bangunan ilegal di DIY telah ditutup karena melanggar aturan penggunaan tanah. Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya regulasi yang lebih tegas dan transparansi dalam pengelolaan TKD.
Ketiga, Minimnya Pemahaman dan Partisipasi Masyarakat. Banyak masyarakat desa tidak sepenuhnya memahami fungsi dan potensi TKD. Hal ini membuat mereka rentan terhadap manipulasi oleh pihak luar yang memanfaatkan celah hukum atau ketidaktahuan masyarakat lokal.