Di Antara Debu dan Cita-Cita
Matahari baru saja menyapa jendela-jendela tinggi di perpustakaan kampus. Suasana hening, hanya sesekali terdengar bunyi langkah kaki mahasiswa yang mencari buku di antara rak-rak. Di salah satu sudut ruangan, seorang gadis duduk sendiri, tenggelam dalam tumpukan buku tua yang berdebu. Namanya Sinta. Ia bukan hanya seorang mahasiswa, tetapi juga seorang pemimpi besar.
Di hadapannya, terdapat beberapa buku yang tampaknya sudah bertahun-tahun tak tersentuh. Buku-buku tentang filsafat pendidikan, sejarah sekolah, hingga teori-teori belajar terpampang di atas meja kayu tua. Sinta sibuk mencatat di buku catatannya, menyalin kutipan yang menurutnya relevan untuk outline skripsinya.
"Kenapa ya, buku-buku sebagus ini justru terabaikan?"Â gumamnya pelan sambil menghapus debu dari sampul salah satu buku berjudul Menggugah Semangat Belajar. Ia merasa ironis melihat betapa banyak orang lebih tertarik pada layar ponsel ketimbang membuka halaman-halaman yang penuh pengetahuan.
Cita-citanya sederhana namun bermakna besar: menjadi seorang guru yang mampu menyalakan kembali cinta terhadap buku di hati anak-anak. Baginya, buku adalah jendela ke dunia seperti motto di penerbit pamannya: "Menjangkau Sesama dengan Buku". Ia percaya bahwa pendidikan sejati dimulai dari rasa ingin tahu yang dipupuk melalui bacaan.
Beberapa jam berlalu, dan Sinta tetap duduk di sana. Ia begitu larut dalam ringkasan yang sedang dibuatnya hingga tak menyadari seorang penjaga perpustakaan mendekat. Pak Harun, penjaga yang sudah bekerja di perpustakaan selama puluhan tahun, tersenyum melihat antusiasme gadis itu.
"Kamu terlihat sangat serius, Nak," sapa Pak Harun sambil duduk di kursi sebelah.
Sinta tersentak kecil, lalu tersenyum sopan. "Iya, Pak. Saya sedang mempersiapkan skripsi."
Pak Harun mengangguk, lalu melirik buku-buku di meja Sinta. "Buku-buku ini sudah lama tidak ada yang meminjam. Kamu tahu? Dulu, waktu perpustakaan ini baru dibuka, banyak mahasiswa yang datang ke sini untuk membaca. Sekarang, jarang sekali."
Sinta mengangguk. Ia paham apa yang dimaksud Pak Harun. "Saya ingin mengubah itu, Pak. Saya ingin menjadi guru yang bisa membuat anak-anak mencintai buku lagi. Bukan hanya untuk belajar, tapi juga untuk menemukan dunia baru di dalamnya."