Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pergeseran Pola Hidup Pasca-Covid 19

17 Januari 2025   19:24 Diperbarui: 17 Januari 2025   19:24 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Pergeseran Pola Hidup Pasca-COVID

Pasca pandemi COVID-19, dunia mengalami perubahan signifikan dalam pola hidup dan ruang gerak manusia. Salah satu fenomena yang mencolok adalah menjamurnya tempat kuliner, kafe, dan ruang rekreasi yang mengadopsi kemudahan teknologi "one-click system" untuk memanjakan pengunjung. Fasilitas seperti Wi-Fi gratis di tempat-tempat ini telah mengubah cara orang bekerja, bersosialisasi, dan bahkan beristirahat. Namun, di balik kenyamanan ini, terdapat perubahan pola istirahat dan kerja yang memicu berbagai dampak psikologis serta fisik.

Pergeseran Pola Hidup dan Tantangannya

Dulu, malam hari identik dengan waktu istirahat, terutama menjelang tengah malam. Namun kini, pemandangan orang-orang yang masih bekerja atau bersantai di kafe hingga dini hari menjadi hal biasa. Pergeseran ini dipicu oleh fleksibilitas tempat kerja yang tidak lagi terbatas pada kantor, serta munculnya budaya "work from anywhere." Bagi kaum muda, kafe dengan suasana nyaman menjadi magnet untuk menghabiskan waktu, baik untuk menyelesaikan tugas, bersosialisasi, atau sekadar menikmati waktu sendiri.

Selain itu, masalah lain yang semakin mencuat adalah kecanduan gadget pada anak-anak. Banyak orang tua yang, demi kenyamanan mereka sendiri, memberikan gadget kepada anak-anak agar tetap tenang. Akibatnya, anak-anak menjadi terlalu bergantung pada gadget hingga mengganggu perkembangan psikologis dan motorik mereka. Anak-anak yang terlalu lama terpapar gadget sering kali kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi secara langsung dan menunjukkan gejala kecanduan, seperti tantrum ketika gadget diambil.

Awalnya, perubahan ini terasa seperti kebebasan baru yang menyenangkan. Namun, seiring waktu, pergeseran jam kerja dan istirahat serta dampak dari penggunaan gadget yang berlebihan mulai menimbulkan kekhawatiran, terutama karena durasi tidur malam yang semakin berkurang. Tidak sedikit orang yang mulai terbiasa tidur hanya tiga hingga empat jam per malam, sebuah kebiasaan yang jika terus bertahan, dapat memberikan dampak buruk jangka panjang.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Dampak Psikologis dan Kesehatan

Pertama, Dampak Psikologis. Tidur yang kurang memiliki dampak yang besar pada kesehatan mental. Ketika otak tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk beristirahat dan melakukan regenerasi, stres dan kelelahan mental menjadi efek yang tak terhindarkan. Hal ini sering kali berujung pada menurunnya produktivitas dan kemampuan untuk fokus pada tugas sehari-hari.

Selain itu, gangguan mood menjadi dampak psikologis yang kerap muncul. Orang yang kurang tidur sering kali lebih mudah merasa cemas, emosional, atau bahkan depresi. Tidak hanya itu, pola istirahat yang terganggu juga berkontribusi pada keterputusan sosial. Meskipun banyak waktu dihabiskan di tempat umum seperti kafe, interaksi yang dilakukan sering kali bersifat dangkal atau terbatas pada dunia digital, menciptakan rasa kesepian di tengah keramaian.

Bagi anak-anak, kecanduan gadget menjadi ancaman serius bagi perkembangan mereka. Anak-anak yang terlalu banyak terpapar gadget menunjukkan tanda-tanda gangguan perkembangan sosial dan kognitif. Mereka menjadi pasif, sulit berkonsentrasi, dan kurang kreatif.

Kedua, Dampak Kesehatan Fisik. Secara fisik, pola hidup yang berubah ini juga menimbulkan risiko kesehatan. Kurangnya tidur dapat melemahkan sistem imun tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit infeksi maupun kronis. Pergeseran jam kerja dan pola makan yang tidak teratur juga memicu konsumsi makanan tinggi kalori dan rendah gizi, yang akhirnya meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun