Menggali Akar Masalah Pemecatan Shin Tae-yong dan Masa Depan Timnas Indonesia (1)
Â
Keputusan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk menghentikan kerja sama dengan pelatih Shin Tae-yong (STY) menimbulkan reaksi beragam di kalangan Kompasianer dan pencinta sepakbola Tanah Air.Â
Keputusan ini, muncul setelah serangkaian evaluasi, mengungkap banyak persoalan mendalam yang perlu dieksplorasi dan dipahami demi kemajuan sepakbola Indonesia di masa mendatang. Saya mencoba meneropongnya dalam tiga kategori: apa masalahnya, apa pelajaran yang didapat dan apa solusinya.
Persoalan Pokok: Kegagalan atau Ketidakpuasan?
Banyak pihak yang mempertanyakan, apakah pemecatan STY adalah pilihan bijak? Setelah gagal melangkah jauh di Piala AFF, banyak yang beranggapan bahwa evaluasi PSSI terhadap kinerjanya menjadi langkah yang wajar. Namun, situasi yang lebih kompleks muncul ketika kita menggali lebih dalam. Kegagalan Timnas bukan hanya berasal dari strategi yang diterapkan pelatih, tetapi juga dari kondisi dasar sepakbola Indonesia yang perlu dibenahi.
Laporan dari konferensi pers PSSI menunjukkan bahwa ada dua faktor utama di balik keputusan ini: strategi permainan yang dinilai kurang efektif dan kurangnya komunikasi antara pelatih dan pemain. Muncul pertanyaan, apakah beban tanggung jawab yang ditangani Shin Tae-yong terlalu berat? Sebagai pelatih, ia diharuskan bertanggung jawab atas prestasi semua kelompok usia. Dalam konteks ini, keberhasilan dan kegagalan tidak sepenuhnya ada di pundak satu orang, meskipun jelas bahwa seorang pelatih memiliki peran penting.
Belajar dari Pengalaman: Momen Terbaik dan Tantangan yang Dihadapi
Saat mengulas masa kepelatihan Shin Tae-yong, kita tak bisa melupakan momen-momen bersejarah yang telah ditorehkannya. Penampilan memukau Timnas Indonesia pada beberapa pertandingan kualifikasi Piala Dunia dan catatan positif di ajang-ajang internasional menunjukkan potensi yang bisa dikembangkan. Namun, momen-momen tersebut adakalanya tertutup oleh kritik dan tekanan dari hasil yang tidak memuaskan.
Pengalaman ini mengajarkan kepada PSSI bahwa pembinaan sepakbola tidak bisa dilakukan secara instan. Istilah "pemanenan" pemain yang dilakukan melalui naturalisasi tanpa proses pembinaan yang tepat menunjukkan adanya kesalahan struktural yang harus diatasi. Ada perbedaan kualitas yang mencolok antara pemain lokal dan pemain naturalisasi, dan ini menjadi tantangan bagi setiap pelatih yang diangkat ke depannya.
Solusi untuk PSSI ke Depan: Pembenahan yang Menyeluruh
Melihat ke depan, PSSI harus belajar dari kesalahan yang ada. Pemecatan Shin Tae-yong seharusnya tidak hanya menjadi ajang mencari kambing hitam, tetapi sebagai titik tolak untuk membangun struktur yang lebih solid. Ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Pertama, Perjelas Tugas Pokok dan Fungsi. PSSI perlu mendefinisikan dengan jelas tupoksi setiap pelatih, baik itu untuk tim senior maupun tim usia muda. Ini akan membantu dalam pemetaan strategi pembinaan yang lebih sistematis.
Kedua, Investasi Jangka Panjang dalam Pembinaan Pemain. PSSI perlu fokus pada pembinaan pemain usia muda. Sepakbola adalah proses yang memerlukan waktu dan dedikasi. Dukungan terhadap liga lokal dan program akademi harus ditingkatkan agar lahir talenta muda yang berkualitas dari dalam negeri.