Bayangan Dalam Pikiran
Di sudut gelap pikiran, harapan layu,
Kegelapan menyelimuti, tiada jalan maju.
Hantu ketakutan, berbisik lembut,
Ketidakpastian menari, jiwaku terjerut.
Dalam cermin aku lihat, wajah penuh duka,
Kekecewaan dan rasa hampa, selamanya takkan sirna.
Gelombang negatif menyapu, tak ada cahaya,
Dalam penjara pikiranku, jiwa terkurung selamanya.
Lina, hidup seorang diri di sebuah rumah tua di ujung kota. Ia selalu dipenuhi pemikiran negatif, memandang dunia dengan pesimisme melankolis.
Setiap malam, ia memandangi langit yang gelap dari jendela kamarnya, membayangkan wajah-wajah menakutkan yang muncul dari bayangan.
Malam itu, angin berbisik lembut di telinganya, menambah rasa cemas yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
Puisi yang ditulisnya malam itu adalah wujud dari ketakutannya, mencerminkan sebuah dunia yang kelam. Tepat setelah menyelesaikan puisinya, sebuah suara lembut memanggil namanya.
"Lina..." Suara tidak bersumber, tetapi begitu dekat, meresap ke dalam hatinya. Dengan jantung berdegup kencang, Lina belajar untuk menegakkan keberanian, meski rasa takut merayap di antara tulang-tulangnya.
Keberanian itu tak bertahan lama, saat lampu di ruangan itu mulai berkedip. Lina menarik napas dalam-dalam, mencoba meyakinkan diri bahwa tidak ada yang terjadi. Namun, suara itu kembali, lebih mendesak, lebih mendalam. "Lina... bantu aku!"
Dengan tangan bergetar, Lina mendekati cermin di kamarnya, tempat di mana ia sering melihat bayangan dirinya yang tak berdaya. Kali ini, cermin itu tampak berbeda; ada kilatan cahaya yang cepat, membelah kegelapan.