Pasca Golnya PPN 12%: Kelambanan DPR dalam Merespons Kebijakan PemerintahÂ
Sebuah Tanda Tanya Keberpihakan pada Rakyat
Â
Dalam era di mana keadilan sosial menjadi tuntutan mendasar bagi setiap aspek kebijakan publik, suara rakyat seharusnya menjadi prioritas utama wakil-wakil mereka di DPR. Namun, saat pemerintah mengambil langkah-langkah yang dianggap merugikan rakyat, seperti pengenaan PPN 12%, kebisuan DPR menciptakan keraguan akan komitmen mereka terhadap amanat dan mandat rakyat. Apakah DPR masih layak mendapatkan kepercayaan masyarakat jika tidak bertindak dalam membela kepentingan mereka?
Dilema Antara Kebijakan Publik dan Kesejahteraan Rakyat
Kebijakan pemerintah yang baru-baru ini memperkenalkan PPN 12% menjadi sorotan tajam berbagai kalangan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan efek dari kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat.
PPN yang tinggi tentu akan berimbas langsung pada harga barang dan jasa, yang pada gilirannya mengguncang stabilitas ekonomi masyarakat bawah. Ketika rakyat berjuang untuk mempertahankan kebutuhan dasar mereka, kehadiran DPR diharapkan bisa menjadi penyeimbang.
Namun, kondisi ini justru menimbulkan keraguan ketika kebijakan ini diterapkan tanpa suara penolakan yang cukup berarti dari para wakil rakyat.
DPR seharusnya bersikap sebagai penyambung lidah masyarakat. Mereka perlu merespons setiap kebijakan yang berpotensi merugikan dan menyuarakan kepentingan rakyat.
Utilisasi mosi tidak percaya seharusnya menjadi opsi yang layak dipertimbangkan ketika kebijakan pemerintah dinilai bertentangan dengan kepentingan rakyat. Namun, keengganan DPR untuk bersikap tegas mencerminkan ketidakberdayaan dan ketidakpedulian terhadap suara konstituennya.
Suara Rakyat yang Terabaikan
Dalam konteks pengenaan pajak baru, kita harus bertanya: Apakah DPR mendengar jeritan rakyat? Banyaknya kritik yang muncul dari berbagai sektor, baik ekonomi maupun sosial, tidak mendapatkan respon yang cukup dari lembaga legislatif.
Sementara masyarakat sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, di sisi lain, DPR tampak seolah menutup mata dan telinga terhadap situasi yang berkembang. Suara rakyat yang seharusnya menjadi landasan tindakan mereka justru terabaikan.
Situasi ini diperburuk oleh minimnya transparansi dan komunikasi antara DPR dan masyarakat. Rakyat membutuhkan kejelasan dan pemahaman mengenai arah kebijakan yang diambil.
Jika DPR tidak mampu memberikan respons yang cepat dan akurat terhadap permasalahan ini, maka mereka telah gagal menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat. Dalam konteks ini, mosi tidak percaya bukan hanya sebuah tindakan sah, melainkan sebuah tuntutan moral untuk mengingatkan DPR akan tanggung jawab mereka.
Mengapa DPR Perlu Bersikap?
Adalah penting bagi DPR untuk memahami bahwa tugas mereka tidak hanya berfungsi sebagai pengesahan kebijakan, tetapi juga sebagai kontrol pemerintah. Jika DPR tidak bersikap tegas dalam memberikan penilaian terhadap kebijakan yang merugikan rakyat, mereka berisiko kehilangan legitimasi sebagai wakil rakyat.
Keangkuhan dalam berdiam diri hanya akan memperkuat pandangan masyarakat bahwa DPR lebih mendukung kepentingan pemerintah ketimbang kepentingan konstituen.
Dalam hal ini, DPR perlu berani mengambil sikap. Ketahanan demokrasi sering kali ditentukan oleh seberapa baik lembaga legislatif dapat berfungsi sebagai pengawal kepentingan rakyat.
Jika DPR tetap membiarkan pemerintah mengambil kebijakan tanpa kritik, maka rakyat berhak meragukan kapabilitas dan kredibilitas mereka.
Membangkitkan Kesadaran dan Responsibilitas
Penting bagi DPR untuk membangkitkan kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagai perwakilan rakyat. Kesadaran ini tidak hanya harus ada di tingkat rekan-rekan mereka dalam lembaga legislatif tetapi juga harus dipahami oleh setiap anggota partai politik di DPR.
Tindakan proaktif dalam merespons kebijakan pemerintah akan menjadi indikator nyata seberapa jauh mereka berpihak pada rakyat.
Rakyat layak mendapatkan wakil yang tidak hanya akan mendengarkan suara mereka, tetapi juga berjuang untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi.
Jika situasi stagnasi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin keinginan untuk melakukan perubahan akan muncul dalam bentuk penolakan terhadap keberadaan DPR yang dianggap tidak efektif.
Sebuah Tuntutan (sebagai Simpulan)
Kelambanan DPR dalam merespons kebijakan pemerintah, seperti pengenaan PPN 12%, menunjukkan bahwa lembaga legislatif itu telah kehilangan fungsinya sebagai perwakilan aspirasi rakyat.
Tindakan tidak berani dan kebisuan mereka menciptakan pertanyaan besar tentang keberpihakan mereka terhadap masyarakat. Dalam menghadapi krisis kepercayaan ini, mosi tidak percaya terhadap DPR seharusnya menjadi langkah refleksi untuk mengingatkan mereka akan tugas dan tanggung jawab besar yang mereka emban.
Tanpa tanggung jawab dan keberanian untuk bersuara, DPR hanya akan menjadi simbol kekuasaan tanpa makna, yang pada akhirnya merugikan rakyat yang seharusnya mereka wakili.
Sudah saatnya DPR kita menjadi lebih berani dan bertanggung jawab pada rakyat yang telah memilihnya, bukannya menjadi anggota paduan suara yang mengiringi tepuk tangan atas keputusan pemerintah yang memberatkan rakyat. Sebagai wakil rakyat mestinya DPR lebih mendengarkan yang memberinya suara, bukan hanya menjadi "gong" yang riuh atas keputusan yang menindas rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H