Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Antara Produktivitas dan Risiko Jadi "Generasi Jompo"

18 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   17:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara Produktivitas dan Risiko Jadi "Generasi Jompo"

Setiap hari, ribuan pekerja dan mahasiswa di kota-kota besar menghabiskan waktu berjam-jam di jalan. Mereka menempuh perjalanan dari kota satelit seperti Depok, Tangerang, Bekasi, atau Bogor menuju pusat kota Jakarta, tempat kampus atau kantor berada.

Fenomena ini bukan hal baru, namun semakin menjadi perhatian ketika dampaknya mulai terasa pada kesehatan fisik, mental, dan produktivitas. Beberapa bahkan bercanda menyebut diri mereka sebagai "generasi jompo" yang lelah sebelum waktunya.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Jarak yang Menguras Tenaga dan Waktu

Bagi mereka yang tinggal di kota satelit, perjalanan bisa memakan waktu 2 hingga 4 jam sehari, terutama saat menghadapi macet atau menunggu moda transportasi umum.

Meskipun infrastruktur seperti KRL dan Transjakarta telah membantu, sering kali jumlah pengguna yang berlebihan membuat kenyamanan menjadi hal yang langka. Akibatnya, perjalanan panjang ini tidak hanya melelahkan secara fisik, tetapi juga memengaruhi keseimbangan mental.

Menurut sebuah studi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Transportasi, rata-rata pekerja di Jabodetabek menghabiskan 3-4 jam sehari untuk perjalanan. Waktu yang hilang ini seharusnya dapat digunakan untuk istirahat, berolahraga, atau bersantai bersama keluarga.

Sayangnya, kebiasaan ini justru berkontribusi pada apa yang oleh banyak orang disebut sebagai "burnout perjalanan."

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Ketika Lelah Membawa Dampak Jangka Panjang

Lelah akibat perjalanan panjang tidak hanya berakhir di rasa kantuk atau pegal-pegal. Banyak yang melaporkan penurunan produktivitas di tempat kerja atau kampus, bahkan gangguan konsentrasi.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti hipertensi, gangguan tidur, hingga kelelahan kronis.

Sebagai contoh, seorang pekerja yang menempuh perjalanan tiga jam sehari mungkin hanya memiliki waktu sedikit untuk tidur malam.

Pola ini, jika berlangsung terus-menerus, dapat memengaruhi kemampuan kognitif, termasuk daya ingat dan fokus. Tak heran, muncul julukan "generasi jompo," menggambarkan anak muda yang merasa tua sebelum waktunya.

(WFH sebagai solusi? olahan GemAIBot, dokpri)
(WFH sebagai solusi? olahan GemAIBot, dokpri)

Apakah WFH dan Hybrid Solusi Ideal?

Pandemi COVID-19 memberi kita gambaran alternatif melalui kebijakan Work From Home (WFH) dan sistem kerja hybrid. Banyak pekerja mengakui bahwa fleksibilitas bekerja dari rumah membantu mengurangi stres perjalanan dan meningkatkan produktivitas. Namun, apakah kebijakan ini dapat diterapkan secara permanen?

Bagi perusahaan, sistem hybrid menawarkan jalan tengah. Pekerja hanya perlu datang ke kantor beberapa hari dalam seminggu, sementara sisanya bisa dilakukan dari rumah. Ini membantu mengurangi tekanan pada transportasi umum dan menghemat energi pekerja.

Namun, penerapan WFH tidak selalu mudah, terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan kehadiran fisik atau kolaborasi intensif.

Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana memastikan pekerja tetap produktif di rumah. Tanpa pengawasan langsung, beberapa orang merasa lebih sulit untuk menjaga ritme kerja yang konsisten.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Siasat Mengatasi Kelelahan Akibat Perjalanan Panjang

Bagi para pejuang jalanan (yang menghabiskan banyak waktu di jalanan saat berangkat dan pulang kerja), ada beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk mengurangi dampak negatif perjalanan panjang:

Pertama, Gunakan Waktu Perjalanan dengan Bijak.
Alih-alih merasa frustrasi, manfaatkan waktu di kendaraan untuk kegiatan positif, seperti membaca buku, mendengarkan podcast, atau bahkan meditasi ringan. Aktivitas ini dapat membantu mengurangi stres.

Kedua, Jaga Pola Hidup Sehat
Istirahat yang cukup, makan makanan bergizi, dan olahraga rutin dapat membantu tubuh tetap bugar. Bahkan olahraga ringan seperti stretching di pagi hari bisa berdampak besar.

Ketiga, Pertimbangkan Relokasi atau Co-Living
Jika memungkinkan, pindah lebih dekat ke tempat kerja atau bergabung dengan komunitas co-living bisa menjadi solusi jangka panjang. Meskipun biaya hidup mungkin lebih tinggi, waktu dan energi yang dihemat bisa sepadan.

Keempat, Manfaatkan Teknologi
Gunakan aplikasi untuk memantau kondisi lalu lintas atau jadwal transportasi umum. Dengan begitu, perjalanan bisa lebih efisien dan terencana.

Kelima, Advokasi Kebijakan Transportasi yang Lebih Baik
Partisipasi dalam kampanye untuk mendorong pemerintah memperbaiki layanan transportasi umum atau menyediakan opsi kerja fleksibel bisa menjadi kontribusi yang signifikan.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Dampak pada Kota Satelit

Bagi kota-kota satelit, fenomena ini juga menjadi tantangan besar. Kepadatan penduduk, kurangnya lapangan kerja lokal, dan ketergantungan pada pusat kota membuat masalah perjalanan semakin kompleks.

Dalam jangka panjang, pemerintah daerah perlu mendorong pembangunan kawasan bisnis di kota satelit untuk mengurangi arus komuter.

Selain itu, kota satelit perlu mengembangkan infrastruktur transportasi yang lebih baik. Misalnya, dengan menambah jalur KRL, membangun terminal terpadu, atau menyediakan bus khusus bagi pekerja.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Menjaga Semangat Meski di Tengah Tantangan

Meskipun tantangan perjalanan panjang tidak bisa dihindari sepenuhnya, penting bagi generasi muda untuk tetap menjaga semangat dan mencari cara untuk mengatasinya.

Produktivitas kerja dan kesehatan mental adalah dua hal yang saling berkaitan. Jika satu terganggu, maka dampaknya akan terasa di berbagai aspek kehidupan.

Dengan kebijakan yang mendukung dari perusahaan, pemerintah, dan kesadaran diri, para pejuang jalanan bisa mengurangi dampak negatif perjalanan panjang.

Karena pada akhirnya, perjuangan ini bukan hanya tentang mencapai tempat tujuan, tetapi juga menjaga kualitas hidup di tengah kesibukan kota besar.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Jangan Jompo Sebelum Waktunya

Menjadi pejuang jalanan memang penuh tantangan. Namun, dengan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental, serta dukungan dari lingkungan kerja dan pemerintah, generasi muda tidak perlu menjadi "jompo" sebelum waktunya.

Mari bersama-sama menciptakan solusi yang mendukung produktivitas tanpa mengorbankan kesejahteraan, khususnya bagi rekan-rekan muda yang masih potensial untuk lebih produktif dan lebih berkembang dalam aneka peluang kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun