Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ka Maki Reba

14 Desember 2024   16:12 Diperbarui: 15 Desember 2024   19:52 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(warga melebur dalam kegembiraan reba, foto: Om Nico Gere)

(para ibu dan gadis memakai baju adat untuk ikut menari, foto: Om Nico Gere)
(para ibu dan gadis memakai baju adat untuk ikut menari, foto: Om Nico Gere)

Seluruh warga akan datang dengan piring dan wati kosong, duduk mengelilingi nasi dan daging yang terkumpul atau ada yang duduk di teras dan tangga rumah masing-masing.

Setelah dilakukan upacara adat untuk memberi makan terlebih dahulu kepada para leluhur yang ada di ngadhu dan bhaga, dimulailah pembagian nasi dan daging. Berapapun anggota keluarga kita sebutkan, sekalipun secara fisik mereka tidak hadir di tempat.

Kalau ada orangtua yang anaknya merantau (berapapun banyaknya) akan disebutkan satu per satu, sehingga tukang bagi nasi dan daging akan membaginya sebanyak yang disebut. Itulah wujud syukur yang luar biasa. Sekalipun anak cucu tidak di tempat, tetapi syukur harus dirayakan bersama.

Inilah keunikan dan kelebihan pesta dan ka maki nee sui reba (makan nasi dan daging reba). Sebagai anak asli keturunan nagekeo (yang sama sekali tidak pernah merasakan momen pesta syukur di Nunukae, Nagekeo), sebagai anak kecil kala itu, saya sudah merasa menjadi bagian dari Sao Meze dari salah satu Om atau tante yang mengundang kami.

(reba di Maghilewa tahun 2019, foto: Om Lambert Wea)
(reba di Maghilewa tahun 2019, foto: Om Lambert Wea)

Sebagai orang yang tidak terikat dengan salah satu Sao Meze, kami kadang diundang terus menerus dari rumah ke rumah... hemmm go tuka jeka bhai ke dhudhe wali... alias sudah penuh-full sekali.

Momen indah saat meghe selalu kuingat. Ada beberapa teman kecilku yang nakal secara positif. Kalau sudah terima nasi dan daging akan berusaha pindah ke tempat yang belum kebagian. Mereka akan menutup dagingnya dengan nasi, atau membawa tutupan watinya yang masih kosong. 

Para orangtua yang melihat hanya tertawa, biar anak-anak itu berbuat berkali-kali toh nasi dan daging itu tidak akan habis di hari itu. Nasi dan daging yang melimpah itu bisa buat pesta 3 hari 3 malam...

Kayaknya ine ebu (leluhur) merasa senang dengan upacara syukuran ini sehingga menurut keyakinan daging dan nasi tidak akan langsung habis. Mereka akan terus menambahkannya sampai anak cucunya kekenyangan.

Malamnya, setelah makan seluruh warga mulai dari anak-anak sampai kakek dan nenek dengan berpakain adat secara lengkap datang ke tengah kampung untuk tandak O Uwi bersama-sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun