"Hah! Kita bisa minta Teteh Rina untuk memberi kita potongan harga jika kita berdua membayar!" saran Andi.
Teteh Rina yang mendengar itu hanya mengetuk dahi dengan senyum. "Nak, kenapa tidak saja kalian berbagi? Teh dan kopi sama-sama enak, jadi kalian cukup membagi biaya."
Keduanya bingung. "Bagaimana kita bisa berbagi, Teteh? Apakah kita memotong poci ini menjadi dua?" tanya Budi, setengah serius.
"Yang ini tidak perlu dipotong. Yang penting, hati kalian yang harus terbuka untuk berbagi rasa," jawab Teteh sambil tertawa.
Akhirnya, mereka bersepakat untuk membayar setengah-setengah dan berbagi poci. Dalam proses itulah, keduanya menjadi lebih akrab. Teh Poci dan Kopi Rina ternyata bukan hanya minuman, melainkan cara untuk mempererat persahabatan.
Sejak saat itu, Andi dan Budi tidak hanya menjadikan kedai teh Teteh Rina sebagai tempat favorit mereka, tetapi juga sebagai tempat pelajaran penting tentang persahabatan dan berbagi. Mereka pulang dengan perasaan puas dan tawa yang bergema di antara mereka.
Dan begitulah, di kedai Teteh Rina, di mana teh dan tawa bertemu, lahir kisah baru antara dua pemuda, yang selalu mengingat setiap cangkir yang dicicipi dan setiap tawa yang dibagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI