Teteh Rina tertawa. "Namanya memang unik, nak. Karena teh ini disajikan dalam poci. Poci adalah teko kecil yang terbuat dari tanah liat. Setiap teguk membawa rasa yang berbeda! Selain itu, ada juga cerita bahwa poci ini bisa membawa keberuntungan!"
Budi yang mendengar itu langsung bersemangat. "Dari pada kita bingung menentukan pilihan, lebih baik kita ambil saja dua poci teh ini, satu teh Poci dan satu kopi Rina!" ujarnya.
"Eh, kamu maksud kopi? Kenapa tidak hanya fokus pada teh?" Andi protes sembari menggoyangkan kepala. "Kita ini di kedai teh, Budi."
Teteh Rina yang mendengar perdebatan kecil itu hanya bisa tertawa geli. "Tenang saja, nak. Teh dan kopi bisa berdampingan. Mari kita coba."
Setelah beberapa menit, Teteh Rina kembali membawa dua poci kecil. "Ini dia, Teh Poci dan Kopi Rina. Nikmatilah, ya!"
Andi dan Budi saling menatap dengan penasaran. Mereka memegang poci kecil itu dan mulai menghirup aromanya. "Wow, aromanya segar sekali!" seru Budi.
Mereka pun mulai mencicipi. Ketika Andi merasakan Teh Poci, matanya berbinar. "Ini luar biasa! Rasanya begitu lembut dan natural!"
Budi, yang sudah mencicipi Kopi Rina, berteriak, "Dan ini, sepertinya bisa bikin kita terbang ke bulan, Andi!"
Teteh Rina menambahkan, "Kembangan di dalam kedai ini membuat semua orang seperti terbang, nak. Nikmati saja!"
Namun, kebingungan muncul ketika mereka berdua tiba-tiba berdebat tentang siapa yang harus membayar. "Saudaraku, aku yang memilih Teh Poci. Jadi, seharusnya kamu yang membayar," kata Andi.
"Tapi aku juga ingin Kopi Rina! Ini semua salahmu karena menggoda aku untuk mencobanya!" balas Budi, tidak mau kalah.