Bukan Kaleng-Kaleng
Di dalam sebuah pabrik makanan kaleng yang megah, dua ikan, Iwan dan Ika, terjebak dalam kaleng tuna berlabel "Bergizi dan Murah Meriah". Mereka berharap menjadi hidangan andalan di meja makan manusia, tetapi kenyataannya jauh dari harapan.
Iwan: (memandang label kaleng) "Eh Ika, kita ini sudah ditempatkan di kaleng berlabel 'Bergizi'! Pasti banyak yang suka sama kita!"
Ika: "Iya, tapi lihat deh, mereka lebih suka ikan salmon impor! Padahal kita sudah relakan diri masuk ke kaleng ini. Apa mereka tidak bersyukur, ya?"
Iwan: "Ya ampun, Ika. Mungkin kita seharusnya membuat kampanye 'Cintai Ikan Lokal'! Mungkin mereka tidak tahu bahwa kita juga punya rasa!"
Tiba-tiba, kaleng mereka bergetar dan suara dari kaleng tuna lainnya bergema.
Toni (ikan dari kaleng sebelah): "Eits, jangan salah, Iwan! Kita bukan satu-satunya. Ada kaleng sarden intan di sebelah yang lebih 'dihargai'. Lihat, selama ini kita difavoritkan sebagai pakan dog food!"
Ika: "Pakan dog food? Benar-benar niat sekali mereka memberi kita label 'Bergizi'. Kita malah jadi makanan hewan peliharaan! Harusnya kita gugat balik, deh!"
Iwan: (menepuk tangan) "Kita penuhi syarat pengajuan protes! Kumpulkan ikan-ikan lainnya! Ayo kita adukan kebijakan ini! Ini kan kebijakan yang tumpang tindih, bikin kita jadi 'ikan kaleng' tapi yang diinginkan masyarakat malah ikan segar!"
Ika: (sambil berpikir) "Kalau begini, bisa jadi kita ini bukan ikan kaleng, tapi ikan 'kaleng-kaleng'. Gimana kalau kita kirim surat terbuka ke manusia? 'Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya yang terhormat! Sukakah Anda jadi kaleng, atau lebih baik jadi menu unggulan? Kita di sini demi cita rasa, bukan jadi pakan anjing!'"