Laporan Mas Wanipress: Dari Aduan ke Ilusi?
Sebuah cerita jenaka di Pagi ke-20 di bulan November
Â
Di suatu negeri yang dikenal dengan semboyan "Masyarakat Adalah Raja," hiduplah seorang Wapres bernama Ghandi Raka Susila. Dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada rakyat, dia meluncurkan sebuah program yang membuat semua orang berteriak gembira, "LAPOR MAS WANIPRESS!" Slogan berkilau ini diharapkan dapat menyentuh segala persoalan rakyat. Namun, entah bagaimana, program ini justru menjadi magnet tawa, di satu sisi, semua merasa dilibatkan, sementara di sisi lain, hasilnya bisa membuat siapa saja terpingkal.
Sekali program ini diluncurkan, posko aduan langsung dibanjiri keluhan dari masyarakat. Dari yang serius hingga yang sangat absurd. "Mas Wanipress, saya lapar! Tolong kirimkan sate!" ada pula yang melaporkan, "Sinyal di desaku parah, Mas! Tolong perhatikan!" Lalu, dengan senyuman yang hampir berlebihan, tim Mas Wanipress pun mencatat semua laporan dengan semangat. Namun, pertanyaannya, apa yang lebih dicari: banyaknya laporan atau solusi yang tepat? Alih-alih menjawab semua aduan itu dengan tindakan nyata, tampaknya para pejabat lebih antusias menyiapkan laporan bulanan tentang seberapa banyak laporan yang masuk.
Dan, oh, bagaimana dengan solusi? Jika bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah? Para petinggi berpikir, "Eh, kalau semua masalah diselesaikan dengan cepat, kami bisa kehabisan kerjaan!" Bayangkan, mereka sudah terlalu nyaman dengan tumpukan laporan, dan tiba-tiba semua masalah teratasi, lalu mereka terpaksa menghadapi... oh tidak, momen sunyi di kantor? Tidak ada kesibukan yang bisa dipamerkan ke grup WhatsApp teman-teman? Maka, "LAPOR MAS WANIPRESS" pun bertransformasi menjadi pentas drama, di mana semua aduan masyarakat teronggok rapi di meja, butuh ide cemerlang untuk menghidupkan tumpukan kertas itu menjadi seminar berjudul "Laporan yang Tak Terjawab".
Dengan tawa dan canda, kita pun diingatkan: di balik usaha mendekatkan sang pejabat kepada rakyat, mampukah mereka mengubah tumpukan laporan menjadi tindakan nyata? Atau mungkin, para pemimpin kita lebih senang bermain burung-burung harapan, terbang tinggi di awan keluhan tanpa menyentuh tanah permasalahan yang sesungguhnya? Ah, semoga di tengah kesibukan melayani laporan, mereka juga ingat untuk tidak hanya mencetak kertas, tetapi juga menjaga harapan rakyat tetap hidup!
Tetapi sebagai sebuah usaha, bukankah pembukaan posko ini sudah membuktikan pejabat mulai bekerja dan peduli pada rakyatnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H