Kenaikan PPN 12%: Ketidakadilan di Tengah Krisis Ekonomi
Ketika PPN dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen, muncul pertanyaan besar: untuk siapa sesungguhnya kebijakan ini? Bagi yang berjuang dengan penghasilan serba pas-pasan, langkah ini terasa seperti tamparan di wajah. Di saat masa pemulihan ekonomi belum sepenuhnya terwujud, kebijakan ini semakin menambah beban bagi masyarakat. Apakah ini keputusan yang bijak saat jumlah pendapatan negara semakin tidak menentu?
Dampak Negatif dan Keadilan Sosial dalam Kebijakan Pajak
Kenaikan PPN di tengah ketidakpastian ekonomi tentu menimbulkan banyak kecemasan, terutama di kalangan masyarakat yang sudah terpinggirkan oleh krisis global. Dalam konteks yang lebih luas, langkah ini dapat menyebabkan pengurangan daya beli masyarakat. Pertanyaan yang perlu dijawab oleh pemerintah adalah: apakah mereka percaya bahwa menaikkan pajak akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Ketika pajak meningkat, beban yang ditanggung oleh masyarakat juga akan bertambah. Jika tidak diiringi dengan peningkatan layanan publik yang nyata, hal ini hanya akan memperburuk keadaan ekonomi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di tingkat bawah.
Apakah mereka tidak menyadari bahwa setiap kebijakan pajak harus berlandaskan pada keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi? Kebijakan pajak yang efektif seharusnya tidak hanya fokus pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak sosialnya. Tanpa menempatkan keadilan sosial sebagai prioritas, bisa saja pemerintah mendorong masyarakat ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam, menciptakan ketidakpuasan yang berpotensi memicu ketidakstabilan sosial.
Dari sudut pandang penerimaan dan pengeluaran negara, peningkatan PPN tampaknya lebih didorong oleh kebutuhan untuk menambah basis pajak daripada oleh pertimbangan ekonomi yang mendalam. Dalam situasi di mana banyak perusahaan terpaksa tutup akibat dampak krisis kesehatan dan ekonomi global, mengalihkan beban kepada masyarakat dengan menaikkan pajak bukanlah solusi yang tepat. Sebaliknya, pemerintah seharusnya mendorong penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan investasi untuk menciptakan pendapatan yang lebih berkelanjutan.
Membangun Kepercayaan Publik Melalui Transparansi
Dari perspektif psikologi dan sosiologi, perubahan ini dapat mendorong perasaan frustrasi dan ketidakadilan di antara rakyat. Rakyat merasa terpinggirkan ketika pejabat yang bergaji besar masih terlibat dalam praktik korupsi dan tidak mengurangi pengeluaran mereka sendiri.Â
Keputusan untuk menaikkan PPN dapat memicu reaksi kolektif yang lebih kuat jika pemerintah tidak berkomunikasi secara transparan tentang bagaimana dana tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan PPN tanpa didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat justru dapat berisiko memperburuk situasi yang dihadapi masyarakat.
Dalam konteks ketika banyak bisnis berjuang untuk bertahan akibat dampak krisis kesehatan dan ekonomi global, pengalihan beban pajak kepada masyarakat akan berpotensi mengurangi daya beli dan menurunkan konsumsi, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Sebagai alternatif, pemerintah perlu fokus pada kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja, seperti memberikan insentif kepada usaha kecil dan menengah, serta menarik investasi asing. Dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, negara dapat memperluas basis pajak secara alami tanpa memberi beban tambahan kepada rakyat, sekaligus memastikan keberlanjutan pendapatan negara di masa depan.
Dalam hal keadilan, ada kerentanan pada tunjangan dan gaji pejabat negara. Ketika masyarakat kecil harus berkorban lebih, bagaimana mungkin para pemimpin yang seharusnya memberi contoh tetap mendapat keuntungan besar? Permintaan untuk menghentikan perjalanan dinas yang tidak perlu dan memangkas gaji anggota dewan serta pejabat, pada dasarnya adalah upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Kontradiksi antara Beban Pajak dan Tunjangan Pejabat
Kontradiksi yang terlihat antara beban pajak yang ditanggung masyarakat kecil dan tunjangan serta gaji yang tinggi bagi pejabat negara menciptakan kesan ketidakadilan yang mendalam. Ketika masyarakat berada dalam kesulitan ekonomi dan terpaksa melakukan pengorbanan, adalah wajar untuk mengharapkan para pemimpin mereka untuk menunjukkan solidaritas dengan cara menyesuaikan gaji dan memprioritaskan penggunaan anggaran yang lebih efisien.
Ketidakadilan sosial ini semakin diperparah dengan adanya perilaku koruptif yang sering kali melibatkan pejabat negara. Meskipun mereka mendapatkan gaji yang tinggi dan tunjangan yang melimpah, masih banyak oknum yang terjerumus ke dalam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.