Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Merayakan Syukur atas Perjalanan 45 Tahun Cinta dan Kesetiaan

17 November 2024   21:27 Diperbarui: 18 November 2024   08:26 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merayakan Syukur atas Perjalanan 45 Tahun Cinta dan Kesetiaan 

Di tengah hiasan bunga dan alunan lagu-lagu pujian, keluarga besar Henricus Priyosulistyo dan Maria Elisabeth Sulistyowati bersama para undangan, sahabat dan kenalan berkumpul merayakan 45 tahun perjalanan cinta mereka. Dalam suasana syukur yang khusyuk, anak sulung mereka, Bartholomeus Hema Ariborta, SE, serta istri tercintanya, Melania Lindi Cistia Prabha, merasakan makna mendalam dari pernikahan yang telah menjadi inspirasi bagi generasi mendatang, terutama bagi tiga cucu mereka: Michaela, Gabriela, dan Rafaela, yang namanya diambil dari para malaikat agung.

Perayaan syukur ini dilangsungkan di Gereja Santo Athanasius UGM, dipimpin oleh Romo Andrianus Maradyo, Pr, dan Romo Albertus Budi Susanto, S.J., PhD., dibantu oleh dua prodiakon dari Lingkungan Santa Angela Merici, Paroki Minomartani (lingkungan tempat Bapak dan Ibu Priyo tinggal) Bapak Ambrosius Sutomo dan Bapak Heribertus Nugroho Sp.

Bacaan pertama yang diambil dari 1 Kor 12:31; 13:1-8a, menggarisbawahi bahwa tanpa kasih, segala hal menjadi tidak berarti. Sedangkan bacaan Injil diambil dari Injil Yohanes 15:9-12 mengajak setiap orang untuk saling mengasihi, menciptakan suasana hangat dan penuh haru di antara hadirin.

Bacaan pertama yang diambil dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus, 1 Korintus 12:31; 13:1-8a, menekankan pentingnya kasih sebagai inti dari setiap tindakan dan hubungan manusia. Paulus secara tegas menyatakan bahwa meskipun seseorang memiliki berbagai karunia, pengetahuan, atau kemampuan berbicara yang fasih, tanpa kasih, semua itu menjadi sia-sia. Kasih di sini dipahami sebagai penggerak utama yang memberi makna dan tujuan dalam hidup manusia. Ia melukiskan kasih sebagai sesuatu yang sabar, murah hati, tidak cemburu, dan tidak sombong, menjadikannya sebagai fondasi penting untuk menjalin hubungan yang erat dan harmonis.

(Romo Maradiyo dan Romo Budi berfoto bersama dengan kedua prodiakon, foto: Ambrosius Sutomo)
(Romo Maradiyo dan Romo Budi berfoto bersama dengan kedua prodiakon, foto: Ambrosius Sutomo)

Sedangkan bacaan Injil dari Yohanes 15:9-12 mengajak setiap orang untuk menjalankan perintah Ilahi agar saling mengasihi. Yesus menekankan betapa pentingnya kasih dalam mengikuti-Nya, dengan memberikan contoh kasih yang sempurna dari diri-Nya. "Seperti Aku mengasihi kamu," adalah panggilan untuk mencintai dengan cara yang sama, yaitu dengan kasih yang tulus dan tanpa syarat.

Perintah ini bukan sekadar anjuran, melainkan inti dari ajaran Kristiani yang mengajak umat-Nya untuk membangun relasi yang saling mendukung dan memberdayakan satu sama lain. Kedua bacaan ini secara kuat bersinergi, menggarisbawahi bahwa kasih bukan hanya esensi dari iman, tetapi juga sumber kekuatan yang memungkinkan setiap individu untuk menjalani hidup dengan penuh makna dan tujuan.

Sementara itu, Romo Budi dalam homilinya mengungkapkan betapa pentingnya komitmen dan kesetiaan dalam pernikahan, menjadikannya sebagai teladan bagi generasi muda, yang saat ini menghadapi tantangan besar dalam memutuskan untuk menikah. Melalui survei yang diterbitkan Kompas, Romo menyoroti kekhawatiran dan alasan yang membuat banyak orang muda enggan mengambil langkah berani untuk membangun rumah tangga.

"Cinta yang tulus dan kesetiaan yang telah terjalin selama 45 tahun ini menjadi bukti bahwa pernikahan adalah perjalanan indah yang layak diperjuangkan," kata Romo Budi.

Dalam suasana penuh syukur, keluarga Henricus dan Maria merayakan cinta yang terus bertumbuh, berharap agar generasi berikutnya dapat belajar dari kisah yang mereka bangun, serta meneruskan warisan kasih sayang yang telah terukir erat dalam keluarga mereka. Ketiga cucu mereka, Michaela, Gabriela, dan Rafaela, bersama kedua orang tua mereka Mas Hema dan Mbak Lindi nampak ceria dan bersemangat, di tengah dukungan doa dan harapan dari segenap kerabat yang datang ikut bersyukur. Perjalanan cinta kedua orang tua mereka yang telah teruji waktu, menjadi buah manis dari kasih yang abadi.

Perayaan ini bukan hanya sekadar momen merayakan angka, melainkan juga sebuah pengingat akan arti sebenarnya dari cinta dan komitmen dalam hidup berkeluarga, menjadi saksi hidup bagi banyak orang bahwa cinta sejati dapat bertahan dan tumbuh dalam komitmen yang ditunjukkan dengan kesetiaan.

Di akhir misa, suasana kekeluargaan yang dilambari tawa ceria dari keluarga dan sahabat memperkuat makna perayaan syukur ini. Ada moment saling sapa antar sahabat yang mungkin lama tak bersua, bisa juga disertai dengan cerita-cerita manis tentang masa-masa awal pernikahan Henricus dan Maria pun menghangatkan atmosfir, seolah-olah menghidupkan kembali momen-momen berharga yang telah dilalui. Dari tantangan dan rintangan yang mereka hadapi bersama, hingga momen kebahagiaan yang melengkapi perjalanan hidup mereka, setiap bait kisah menjadikan perayaan ini lebih dari sekadar angka. Hasil kerja keras mereka, baik dalam berkarir maupun membesarkan buah hati, menjadi fondasi yang kuat bagi keluarga mereka.

Para kerabat yang datang, keluarga besar Pak Priyo dan Bu Lies  beserta anak-anak dan cucu-cucu mendapatkan inspirasi dari perjalanan hidup yang telah ditapaki. Bartholomeus dan Melania, sebagai generasi penerus, merasakan tanggung jawab untuk meneruskan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh kedua orang tua mereka. Bagi mereka, pernikahan lebih dari sekadar ikatan, melainkan sebuah perjalanan yang membutuhkan saling pengertian, komunikasi, dan kasih yang tulus, yang diwarnai dengan tantangan-tantangan yang akan memperkuat ikatan mereka. Seperti halnya Henricus dan Maria, mereka berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang penuh kasih bagi cucu-cucu mereka, berharap agar cinta sejati yang mereka miliki dapat menginspirasi serta menjadi teladan bagi generasi mendatang.

Saya ingin menutup tulisan ini dengan kutipan yang disampaikan oleh Bapak Suharso (kakanda dari Ibu ME Sulistyowati) yang juga dikutipnya dari kotbah seorang Romo. "Puncak dari cinta adalah kesetiaan". Sebuah kata yang sederhana tapi sudah dihidupi dan dijalani oleh Bapak dan Ibu Priyosulistyo selama 45 tahun. Sebuah rentang waktu yang tidak singkat, namun tidak lama bagi yang menjalaninya dengan penuh cinta.

Profisiat atas inspirasi yang luar biasa ini. Semoga menulari generasi muda untuk membangun komitmen dan menghidupi cinta bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun