Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengurai Aspirasi Warga, Menata Strategi Kebijakan

16 November 2024   14:35 Diperbarui: 16 November 2024   15:42 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi tentang membludagnya laporan masyarakat yang belum tentu tertangani dengan semestinya, olahan GemAIBot, dokpri)

Mengurai Aspirasi Warga, Menata Strategi Kebijakan

Satu program yang menyita perhatian publik (viral) adalah program LAPOR Mas Wapres. Bayangkan seorang Wapres memantau keluhan tentang jalan berlubang di pelosok desa atau masalah air bersih di wilayah terpencil. Apakah ini cerminan pemerintahan yang dekat dengan rakyat, atau justru tanda pergeseran fokus dari tugas strategis? Apakah ini sebuah solusi yang briliant atau sekadar gimmick politik yang pragmatis: menarik simpati.

Program LAPOR Mas Wapres adalah inisiatif yang diharapkan menjadi jembatan antara rakyat dan pemerintah. Dengan membawa keluhan dari tingkat RT/RW ke meja pengambil kebijakan nasional, program ini menawarkan harapan sekaligus memunculkan tanda tanya besar: apakah pendekatan semacam ini merupakan langkah maju dalam mendekatkan rakyat dengan pemerintah, atau justru terlalu teknis untuk level Wapres yang seharusnya mengurusi isu strategis lintas sektor?

Aspirasi dari Akar Rumput

Tak bisa disangkal, LAPOR Mas Wapres menghadirkan model komunikasi yang inklusif. Dengan platform digital yang dapat diakses oleh siapa saja, pemerintah menunjukkan niat untuk mendengar langsung keluhan warga tanpa berbelit-belit. Ini adalah implementasi nyata dari pendekatan bottom-up, di mana kebijakan nasional didasarkan pada kebutuhan yang benar-benar dirasakan di lapangan.

Sebagai contoh, laporan tentang pelayanan kesehatan yang buruk di puskesmas desa atau lampu jalan yang rusak dapat dengan cepat sampai ke pusat. Hal ini memaksa pemerintah daerah bertindak lebih cepat, karena setiap laporan diawasi langsung oleh otoritas nasional. Akuntabilitas yang meningkat ini tentu menguntungkan masyarakat.

Namun, apakah semua keluhan lokal ini harus sampai ke level Wapres? Di sinilah perdebatan bermula.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Membebani atau Memberdayakan?

Masalah yang muncul bukanlah keberadaan program LAPOR, melainkan skala implementasinya. Dengan membawa isu teknis hingga tingkat RT dan RW ke meja Wapres, fokus pemerintah pusat bisa terdistraksi dari tugas strategis, seperti pengembangan infrastruktur nasional, mitigasi krisis ekonomi, atau diplomasi internasional.

Koordinasi lintas lembaga yang dibutuhkan untuk menangani laporan ini juga tak kalah rumit. Bayangkan satu laporan sederhana tentang jalan rusak yang melibatkan pemerintah daerah, kementerian pekerjaan umum, dan mungkin lembaga terkait lainnya. Alih-alih mempercepat solusi, birokrasi yang panjang justru bisa memperlambat proses.

Lebih jauh lagi, ketimpangan dalam infrastruktur digital dan literasi teknologi di daerah terpencil menjadi kendala. Tidak semua warga memiliki akses yang sama terhadap platform digital, sehingga aspirasi mereka berpotensi tertinggal.

Posisi Strategis Program LAPOR

LAPOR Mas Wapres sejatinya bukan program yang salah arah, tetapi perlu penyempurnaan. Pemerintah pusat harus membangun kerangka kerja yang memberdayakan daerah untuk menangani keluhan warga secara mandiri. Dalam hal ini, LAPOR bisa menjadi alat supervisi dan evaluasi, bukan alat eksekusi.

Wapres, sebagai simbol kekuatan strategis pemerintahan, sebaiknya fokus pada kebijakan besar yang menyelesaikan akar masalah, bukan hanya gejalanya. Masalah jalan rusak, air bersih, atau lampu jalan adalah gejala dari tata kelola daerah yang lemah. Memberdayakan pemerintah daerah melalui pelatihan, anggaran yang memadai, dan pengawasan efektif adalah solusi yang lebih berkelanjutan.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Kesimpulan: Menata Fokus, Mengukir Dampak

LAPOR Mas Wapres adalah upaya mulia yang mencerminkan semangat inklusivitas pemerintah. Namun, jika tidak diposisikan dengan bijak, program ini berpotensi menjadi beban birokrasi yang mengalihkan perhatian dari isu-isu strategis. Solusi terbaik adalah menjadikan LAPOR sebagai alat pemberdayaan daerah dan pengawasan nasional, sehingga aspirasi warga tetap tersampaikan, tanpa mengorbankan fokus pemerintah pusat pada tugas-tugas besar.

Akhirnya, program ini harus dijalankan dengan visi yang lebih besar: membangun sistem pemerintahan yang responsif di semua tingkat, dari desa hingga istana. Hanya dengan cara ini, kita bisa memastikan bahwa setiap warga, dari kota besar hingga pelosok desa, benar-benar didengar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun