Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Melangkah Kembali ke Cinta

11 November 2024   23:08 Diperbarui: 11 November 2024   23:13 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melangkah Kembali ke Cinta

Rina dan Budi adalah dua sosok yang pernah memiliki segalanya: impian, kebanggaan, dan pandangan hidup yang ditentukan oleh pilihan masing-masing. Seiring berjalannya waktu, keduanya menancapkan keteguhan hati untuk mengejar kebebasan, Rina dengan kariernya sebagai guru, dan Budi dengan ambisinya di dunia usaha. Namun, saat tahun-tahun berlalu dan harapan akan cinta sejati memudar, benarkah pilihan mereka memang membawa kebahagiaan, atau justru menuntun mereka pada penyesalan di ujung jalan?

 

Rina dan Budi tumbuh bersama di desa kecil, di mana tradisi pernikahan diharapkan menjadi langkah pertama menuju kedewasaan. Namun, saat teman-teman sebayanya mulai melangsungkan pernikahan, Rina memilih untuk mengejar gelar pendidikan tingginya dengan keras, sementara Budi terjebak dalam ambisi untuk membangun karir di kota besar. Keduanya mengabaikan panggilan hati, berpikir bahwa kebebasan adalah segalanya.

Suatu ketika, Budi yang sudah berhasil dalam karirnya, kembali ke desa dengan status yang terhormat. Namun, Rina, meski berprestasi sebagai guru, mulai merasakan kesepian yang mendalam. Tak ada lagi lamaran dari pemuda-pemuda yang dulu menjadikannya primadona. Saat Budi mencoba mendekat dan menawarkan pernikahan, Rina menolak dengan alasan ingin lebih fokus pada karir.

Begitu juga Budi, yang terus menolak untuk menjalin hubungan serius. Bagi Budi, cinta adalah penghambat. "Aku tidak ingin terikat. Hidupku sudah cukup sibuk," gumamnya setiap kali ada yang berusaha mendekatinya dengan niatan serius. Rina dan Budi pun keduanya tidak menyadari bahwa waktu berlalu tanpa ada satupun yang berani merengkuh mereka dalam cinta, hingga mereka mulai merindukan kebersamaan yang telah hilang.

Waktu berlalu, dan Rina tiba di usia yang dianggap terlambat untuk menikah. Meski ia telah menaklukkan dunia pendidikan, hatinya kosong. Ketika ia akhirnya membuka diri untuk cinta, hanya ada beberapa duda dan pria beristri yang tertarik, menawarkan cinta yang terputus dalam alur tak terduga. Sementara itu, Budi yang berhasil dalam bisnisnya, menyadari bahwa kesuksesannya tidak membawanya pada kebahagiaan. Di tengah kesibukan, ia merasa hampa, tak ada yang bisa diajak berbagi cerita dan tawa.

Setelah sepuluh tahun, takdir mempertemukan mereka di sebuah acara reuni sekolah. Budi yang kini sudah berambut uban dan Rina yang tak lagi muda terlihat saling mengamati. Satu-satunya yang tersisa adalah kenangan-kenangan lama yang melintas dalam pikiran mereka.

Lalu, dalam suasana hening itu, mereka mulai berbincang. Rina, dengan mata berbinar namun penuh penyesalan, memulai, "Seandainya aku memilih untuk menikah saat itu. Mungkin kita bisa..." Budi mengangguk, menyadari bahwa kesibukannya juga ada sebab yang sama. "Aku juga, Rina. Selama ini aku berpikir bahwa kerja adalah segalanya. Ternyata, cinta dan kebersamaan jauh lebih berarti."

Dalam pertemuan itu, di tengah keramaian, mereka dipertemukan kembali oleh kenyataan bahwa mereka tidak pernah benar-benar mendapatkan yang mereka inginkan. Saat itulah, sebuah harapan kecil muncul. Budi dan Rina kini sudah lebih bijak, dan perasaan saling menghargai mulai tumbuh di antara mereka. Namun, perasaan itu datang dengan keraguan, terlalu banyak waktu yang telah terbuang.

Keduanya menyadari kebanggaan diri yang dahulu teramat menggebu kini perlahan memudar. Di usia tua, saat kebanggaan tidak lagi menentukan diri, mereka bersiap untuk mengukir ulang cerita hidup yang sempat hilang. Apakah cinta yang tumbuh belakangan ini akan memberi mereka kebahagiaan, atau justru menjadi pengingat betapa perlunya memilih dengan bijak sejak awal?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun