Salah satu masalah terbesar yang mengancam sektor perikanan Indonesia adalah praktik IUU fishing. Pengambilan ikan secara ilegal tidak hanya merugikan negara dalam hal pendapatan, tetapi juga mengancam keberlanjutan sumber daya laut. Laporan menunjukkan bahwa kerugian akibat penangkapan ikan ilegal dapat mencapai miliaran dolar setiap tahunnya. Penegakan hukum yang lemah dan kurangnya pengawasan di area perairan membuat situasi ini semakin memburuk.
Pada masa kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi Pudjiastuti, pemerintah Indonesia mengambil langkah berani dalam memerangi praktik IUU fishing dengan melakukan penegakan hukum yang lebih ketat dan penangkapan kapal-kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.Â
Salah satu tindakan yang paling mencolok adalah penghancuran kapal-kapal yang tertangkap melakukan praktik ilegal, yang tidak hanya memberikan efek jera bagi pelanggar, tetapi juga menunjukkan komitmen pemerintah terhadap perlindungan sumber daya laut.
Misalnya, pada tahun 2015, lebih dari 200 kapal ilegal yang ditangkap dihancurkan secara terbuka di berbagai lokasi, selalu disertai dengan pemberitaan dan publikasi yang luas. Langkah-langkah ini tidak hanya berhasil meningkatkan kesadaran dan kepatuhan di kalangan nelayan lokal, tetapi juga memperkuat citra Indonesia di mata komunitas internasional sebagai negara yang serius dalam menjaga dan melestarikan sumber daya lautnya.
Meskipun tantangan IUU fishing masih tetap ada, upaya tersebut telah menunjukkan pentingnya kepemimpinan yang tegas dalam melindungi kekayaan laut Indonesia.
2. Keterbatasan Teknologi dan Infrastruktur
Keterbatasan dalam teknologi penangkapan dan pengolahan ikan menjadi hambatan signifikan. Banyak nelayan tradisional yang masih bergantung pada metode yang kuno dan metode penangkapan yang tidak efisien. Selain itu, fasilitas pendukung seperti pelabuhan dan tempat penyimpanan yang tidak memadai kerap menyebabkan hasil tangkapan tidak dapat dipasarkan secara optimal.
Kondisi ini diperburuk oleh minimnya akses nelayan terhadap pelatihan dan informasi mengenai teknologi modern yang dapat meningkatkan efisiensi penangkapan dan kualitas hasil tangkapan. Banyak nelayan, terutama yang berada di daerah terpencil, kurang mendapatkan pendidikan dan dukungan terkait teknik penangkapan yang ramah lingkungan serta penggunaan alat tangkap yang lebih efisien.
Akibatnya, mereka terjebak dalam siklus praktik penangkapan yang tidak berkelanjutan, yang berdampak pada berkurangnya populasi ikan dan keuntungan ekonomi. Pemerintah dan berbagai organisasi non-pemerintah memiliki peran penting dalam menyediakan pelatihan, akses teknologi, dan fasilitas yang membantu nelayan beralih dari metode tradisional ke metode yang lebih inovatif dan berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil tangkapan dan menjaga keseimbangan ekosistem laut.
3. Ketidakcukupan dalam Pendidikan dan Pelatihan
Banyak nelayan yang kurang mendapatkan akses terhadap pendidikan dan pelatihan mengenai praktik perikanan berkelanjutan. Keterbatasan pemahaman tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut sering kali mengakibatkan praktik penangkapan yang merusak lingkungan.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang praktik perikanan berkelanjutan juga diperparah oleh minimnya komunikasi dan kerjasama antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat nelayan. Tanpa adanya program penyuluhan yang efektif, banyak nelayan yang tidak menyadari dampak jangka panjang dari tindakan mereka terhadap lingkungan dan ekosistem laut.
Misalnya, penggunaan jaring yang terlalu kecil atau metode penangkapan yang merusak dapat menyebabkan penurunan populasi ikan dan kerusakan habitat, yang pada gilirannya berdampak pada kehidupan mereka sendiri.Â