Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pesta Kopi

7 November 2024   19:32 Diperbarui: 7 November 2024   19:46 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi pesta kopi olahan Deepai, dokpri)

PESTA KOPI

Matahari baru saja terbenam, meninggalkan langit Washington D.C. dalam semburat merah jambu yang memukau. Di sebuah kafe kecil di pinggir kota, sekelompok orang duduk berkerumun, menyesap kopi hangat sambil berbincang-bincang penuh semangat. Suasana di tempat itu penuh kegembiraan, seolah ada pesta yang tengah berlangsung. Kafe ini memang dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pendukung Partai Republik, dan kemenangan Donald Trump dalam pemilu kali ini adalah alasan utama mereka untuk merayakan "Pesta Kopi".

Trump baru saja diumumkan sebagai Presiden Amerika Serikat untuk kedua kalinya, menumbangkan Kamala Harris (wakil presiden di era kepemimpinan Joe Biden) yang maju mewakili Partai Demokrat. Keputusan ini cukup mengejutkan banyak pihak. Kontroversi dan kritik yang menyelimuti Trump selama ini tak mampu menghentikan arus dukungan dari basis pemilih setianya.

Di sudut kafe, seorang pria tua bernama Sam mengangkat cangkir kopinya tinggi-tinggi, mengundang perhatian seisi ruangan. "Untuk presiden kita yang baru, untuk empat tahun lagi!" serunya. Tepuk tangan dan sorakan membahana, meliputi suara mesin espresso yang berdengung di latar belakang.

Di antara para pengunjung, terdapat beberapa tokoh yang awalnya bersikap antagonis terhadap Trump. Michael, seorang pengusaha muda yang selama ini skeptis dan vokal menentang kebijakan Trump, kini ikut tersenyum sambil mengangguk pelan. Ia tahu, banyak yang harus dipertimbangkan dalam perjalanan politik ini, dan terkadang, kompromi adalah jalan terbaik demi kemajuan negara tercintanya.

"Kita mungkin tidak selalu setuju dengan semua keputusan yang diambil, tetapi fakta bahwa dia berhasil memenangkan hati banyak orang harus kita akui," ujar Michael kepada Lily, sahabatnya yang duduk di sebelah.

Lily, seorang wanita muda dengan rambut merah menyala, memandang Michael dengan mata berbinar. "Aku juga tak menyangka bisa duduk di sini merayakan kemenangan ini, tapi melihat antusiasme dan harapan orang-orang di sekitarku, kurasa kita harus memberikan kesempatan," balasnya sambil menyeruput kopinya.

Di sisi lain, ada Dave, seorang veteran yang selama ini mendukung Partai Demokrat namun kali ini merasa perlu memberi kesempatan kepada Trump. "Aku tetap merasa skeptis, tapi mungkin ada hal yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki situasi ekonomi saat ini," katanya dengan suara berat.

Kecintaan Trump pada Israel dan sikap kerasnya terhadap China memang menimbulkan polemik. Namun, bagi sebagian masyarakat Amerika, sikap ini justru dianggap sebagai langkah tegas yang diperlukan untuk mempertahankan posisi Amerika di panggung dunia.

(ilustrasi olahan Deepai, dokpri)
(ilustrasi olahan Deepai, dokpri)

"Ketegasannya itu yang kita butuhkan," ujar Sam lagi, kali ini dengan lebih tenang. "Dia mungkin bukan sosok yang sempurna, tetapi kita tidak bisa mengabaikan keberhasilannya dalam membuat kebijakan yang berdampak besar."

Perlahan, percakapan di kafe tersebut berpindah dari politik ke harapan-harapan baru untuk masa depan. Mereka membicarakan peluang ekonomi, kebijakan luar negeri, dan upaya memperkuat persatuan di tengah perbedaan yang ada.

Sementara itu, di luar kafe, angin malam berhembus lembut membawa aroma kopi yang pekat. Semangat dan rasa optimisme memenuhi udara, memberikan harapan bahwa meskipun jalan di depan penuh tantangan, persatuan tetap bisa diraih dengan sedikit kompromi dan banyak dialog.

Di penghujung malam, ketika lampu-lampu di kafe mulai meredup, Sam berdiri dan menatap teman-temannya satu per satu. "Mari kita rangkul perbedaan ini, dan terus berjuang demi masa depan yang lebih baik," katanya penuh keyakinan.

Kata-kata Sam tersebut menjadi penutup yang manis untuk pertemuan itu. Satu persatu, mereka meninggalkan kafe dengan senyum di wajah, membawa pulang harapan baru di dalam hati. Malam itu, "Pesta Kopi" bukan hanya sekadar perayaan politik, tetapi juga simbol dari kebersamaan dalam keberagaman.

Dengan begitu, mereka melangkah pulang dengan secercah harapan dan keyakinan bahwa, apapun yang terjadi, mereka akan terus berjuang untuk masa depan yang lebih baik, bagi diri mereka sendiri, dan bagi seluruh rakyat Amerika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun