PESTA KOPI
Matahari baru saja terbenam, meninggalkan langit Washington D.C. dalam semburat merah jambu yang memukau. Di sebuah kafe kecil di pinggir kota, sekelompok orang duduk berkerumun, menyesap kopi hangat sambil berbincang-bincang penuh semangat. Suasana di tempat itu penuh kegembiraan, seolah ada pesta yang tengah berlangsung. Kafe ini memang dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pendukung Partai Republik, dan kemenangan Donald Trump dalam pemilu kali ini adalah alasan utama mereka untuk merayakan "Pesta Kopi".
Trump baru saja diumumkan sebagai Presiden Amerika Serikat untuk kedua kalinya, menumbangkan Kamala Harris (wakil presiden di era kepemimpinan Joe Biden) yang maju mewakili Partai Demokrat. Keputusan ini cukup mengejutkan banyak pihak. Kontroversi dan kritik yang menyelimuti Trump selama ini tak mampu menghentikan arus dukungan dari basis pemilih setianya.
Di sudut kafe, seorang pria tua bernama Sam mengangkat cangkir kopinya tinggi-tinggi, mengundang perhatian seisi ruangan. "Untuk presiden kita yang baru, untuk empat tahun lagi!" serunya. Tepuk tangan dan sorakan membahana, meliputi suara mesin espresso yang berdengung di latar belakang.
Di antara para pengunjung, terdapat beberapa tokoh yang awalnya bersikap antagonis terhadap Trump. Michael, seorang pengusaha muda yang selama ini skeptis dan vokal menentang kebijakan Trump, kini ikut tersenyum sambil mengangguk pelan. Ia tahu, banyak yang harus dipertimbangkan dalam perjalanan politik ini, dan terkadang, kompromi adalah jalan terbaik demi kemajuan negara tercintanya.
"Kita mungkin tidak selalu setuju dengan semua keputusan yang diambil, tetapi fakta bahwa dia berhasil memenangkan hati banyak orang harus kita akui," ujar Michael kepada Lily, sahabatnya yang duduk di sebelah.
Lily, seorang wanita muda dengan rambut merah menyala, memandang Michael dengan mata berbinar. "Aku juga tak menyangka bisa duduk di sini merayakan kemenangan ini, tapi melihat antusiasme dan harapan orang-orang di sekitarku, kurasa kita harus memberikan kesempatan," balasnya sambil menyeruput kopinya.
Di sisi lain, ada Dave, seorang veteran yang selama ini mendukung Partai Demokrat namun kali ini merasa perlu memberi kesempatan kepada Trump. "Aku tetap merasa skeptis, tapi mungkin ada hal yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki situasi ekonomi saat ini," katanya dengan suara berat.
Kecintaan Trump pada Israel dan sikap kerasnya terhadap China memang menimbulkan polemik. Namun, bagi sebagian masyarakat Amerika, sikap ini justru dianggap sebagai langkah tegas yang diperlukan untuk mempertahankan posisi Amerika di panggung dunia.