Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kabinet Tambun dan Pertanyaan di Warung Kopi

22 Oktober 2024   09:16 Diperbarui: 22 Oktober 2024   09:45 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ucapan Harun itu membuat beberapa pelanggan yang duduk di dekatnya mengangguk-angguk setuju. Mereka tahu bahwa sejak lama, urusan penunjukan pejabat di negeri ini sering kali dilandasi oleh pertimbangan politik. Kebutuhan untuk memuaskan semua partai yang terlibat dalam koalisi besar memang kerap lebih diutamakan daripada mencari figur yang benar-benar kompeten.

"Kalau kayak gini terus, yang ada malah bikin birokrasi makin ribet, kerja jadi nggak efisien," kata Parto sambil menghela napas. "Alih-alih fokus pada peningkatan kemampuan pejabat yang ada, malah nambah lapisan lagi. Bukannya jadi lebih cepat, malah bisa-bisa makin lambat."

Pak Jo kemudian meletakkan korannya dan menatap teman-temannya di warung kopi. "Kalian tahu nggak, ada kabar kalau kabinet gemuk ini bisa jadi untuk jaga-jaga stabilitas politik juga. Dengan mengakomodasi banyak partai, kemungkinan konflik bisa ditekan. Tapi, pertanyaannya, apakah stabilitas itu harus dibayar dengan mengorbankan efisiensi kerja?"

Pertanyaan itu membuat mereka terdiam sejenak. Memang benar, dalam politik, kompromi adalah hal yang biasa. Kabinet yang mengakomodasi banyak pihak bisa memberikan dukungan yang lebih solid di parlemen, sehingga kebijakan pemerintah bisa berjalan lebih mulus. Namun, para pelanggan di warung kopi itu bertanya-tanya, apakah semua itu layak jika harga yang harus dibayar adalah birokrasi yang tidak efisien dan pemborosan anggaran negara.

Di tengah keramaian obrolan itu, muncul seseorang yang tampak lebih muda, mahasiswa semester akhir bernama Tio. Dengan gaya bicara yang lugas, dia menyuarakan pendapatnya, "Menurutku, semua ini adalah bentuk ironi. Katanya pemerintah mau membuat gebrakan dengan kabinet yang profesional dan efisien, tapi kenyataannya malah terjebak dalam permainan akomodasi politik. Kalau begitu, sekalian saja tunjuk bendahara dan sekretaris menteri biar lebih ramai."

Candaan Tio itu langsung disambut tawa oleh para pelanggan lain. Meski terasa sarkastik, ada benarnya. Jika alasan penunjukan wakil menteri untuk memperkuat struktur administrasi, mengapa tidak sekalian membuat posisi-posisi lain? Namun, apakah penambahan posisi semacam itu benar-benar akan membuat birokrasi lebih efisien, atau justru semakin menambah masalah?

Seiring dengan habisnya cangkir-cangkir kopi di meja, satu kesimpulan perlahan terbentuk di benak mereka. Meskipun argumen bahwa kabinet gemuk dapat menekan potensi konflik politik, mereka tidak yakin jika pendekatan semacam itu benar-benar demi kepentingan rakyat. Bagaimana pun juga, yang mereka butuhkan adalah pemerintahan yang benar-benar bekerja, bukan sekadar membagikan kursi jabatan untuk memenuhi tuntutan politik.

Obrolan di warung kopi Pak Jo pagi itu mencerminkan kekecewaan dan kebingungan rakyat terhadap kebijakan pemerintah yang terkesan tidak konsisten. Mereka hanya berharap bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh para pemimpin di atas sana benar-benar untuk kesejahteraan bersama, bukan sekadar untuk mengamankan jatah politik. Di tengah hiruk pikuk kabinet tambun, rakyat kecil terus bertanya, "Apakah ini benar-benar yang terbaik untuk negeri ini?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun