Namun, di balik gemuruh massa itu, para pejabat hanya duduk nyaman di kursinya, tersenyum kecil, dan menunggu badai berlalu. Mereka tahu persis watak rakyatnya: mudah lupa. Kemarahan yang begitu menyala-nyala akan padam dengan sendirinya, dan ketika itu terjadi, semua janji yang tak tertepati akan terkubur dalam keheningan. Dan memang benar, perlahan-lahan, orang-orang mulai menyerah. Protes berkurang, dan isu-isu baru datang menggantikan.
Sementara itu, di sudut kota yang sepi, Pak Surya tetap menjalani rutinitasnya. Setiap pagi, ia mendorong gerobak buburnya, menyusuri gang-gang sempit dengan senyuman lelah. Meski janji makanan gratis tidak pernah menjadi kenyataan, ia tetap menyiapkan semangkuk bubur tambahan setiap harinya, bukan untuk dijual, tapi untuk diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan, tanpa janji, tanpa syarat.
Ia sadar, Menteri Urusan Makanan Gratis mungkin tak akan pernah ada, tapi bukan berarti masyarakat harus berhenti berbagi. Sebab, ia percaya, janji yang paling berarti adalah janji yang kita buat pada diri sendiri untuk tetap peduli, meski yang lain lupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H