Itu adalah momen yang Tina tunggu-tunggu. Ia telah memutuskan untuk mengaktifkan kamera ponsel sebelum memasuki ruangan tadi, dan kini semuanya terekam dengan jelas. Tina berusaha untuk terlihat bimbang, memberikan ekspresi seolah mempertimbangkan tawaran tersebut. "Saya akan coba pikirkan, Pak," katanya dengan suara pelan sebelum beranjak keluar.
Pak Tinus tampak puas. "Bagus, Tina. Saya tahu kamu anak pintar."
Hari demi hari berlalu, dan Tina tetap berusaha berlagak seperti biasa. Ia melanjutkan pekerjaan tanpa menunjukkan tanda-tanda kecurigaan. Ia terus merekam percakapan-percakapan dengan Pak Tinus, mengumpulkan bukti-bukti pelecehan verbal dan tekanan psikologis. Terkadang, Pak Tinus sengaja menyentuh pundaknya dengan dalih memberi semangat atau mendekat terlalu dekat ketika berbicara. Semua itu direkam Tina dengan hati-hati.
Rencana Tina akhirnya mencapai puncaknya ketika Pak Tinus mengadakan rapat kecil di ruangannya bersama tiga karyawan lainnya. Saat itu, dia mulai mengkritik hasil kerja Tina dengan cara yang sangat merendahkan, menghinanya di depan yang lain. Tina tahu, saat itu adalah waktu yang tepat untuk melancarkan jebakannya.
Sambil tetap tenang, ia menjawab, "Saya selalu berusaha melakukan yang terbaik, Pak. Tapi kalau Bapak merasa ada yang kurang, mungkin kita bisa diskusikan secara pribadi seperti biasanya." Ia mengucapkannya dengan nada biasa, tapi dengan pandangan mata yang tajam.
Pak Tinus menangkap isyarat itu dan langsung menyuruh yang lain keluar, meninggalkan dia dan Tina berdua di ruangan. "Jadi kamu sudah siap?" tanyanya dengan senyum lebar. "Ingat, kalau kamu main-main, pekerjaanmu di sini akan berakhir."
Tina menatapnya tanpa takut. "Saya tidak bermain-main, Pak. Tapi Bapak yang bermain dengan kebijakan perusahaan."
Pak Tinus terkekeh, tetapi nadanya berubah ketika Tina mengeluarkan ponselnya dan memutar rekaman dari percakapan sebelumnya. Wajah Pak Tinus memucat seketika.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya sambil berusaha merebut ponsel Tina.
Namun, Tina dengan cepat menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas. "Saya punya semua bukti tentang apa yang Bapak lakukan selama ini. Ancaman, pelecehan, semua terekam dengan baik. Dan saya sudah mempersiapkan surat pengunduran diri yang bisa saya kirim kapan saja. Tapi sebelum itu, saya akan melaporkan semua ini kepada bagian HRD dan kalau perlu, kepada polisi."