Literasi pagi tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif, tetapi juga berkontribusi pada perkembangan kecerdasan emosional. Menurut Dr. Daniel Goleman, penulis buku Emotional Intelligence, kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi sangat penting dalam konteks pendidikan. Melalui membaca, siswa dapat mengeksplorasi berbagai perspektif, memahami perasaan karakter, dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi mereka.
Kegiatan literasi pagi dapat menciptakan suasana yang positif dan nyaman di dalam kelas. Dengan membaca cerita yang merangsang emosi, siswa belajar untuk merespons perasaan mereka dan orang lain. Hal ini penting dalam membangun keterampilan sosial dan empati. Dalam hal ini, Dr. Nonie Lesaux, seorang profesor di Harvard Graduate School of Education menunjukkan bahwa kebiasaan membaca harian tidak hanya meningkatkan keterampilan bahasa tetapi juga berdampak signifikan pada perkembangan kognitif anak. Ia menekankan bahwa dukungan orang tua dan lingkungan yang kaya akan literasi, termasuk akses ke buku, sangat penting untuk membangun kebiasaan membaca yang kuat.
Menumbuhkan Ketertarikan pada Pembelajaran
Minat terhadap membaca sering kali menjadi indikator keberhasilan literasi. Dengan mengalokasikan waktu khusus untuk literasi di pagi hari, guru dapat membantu menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap buku dan bacaan lainnya.
Para ahli literasi, seperti Kelly Gallagher dan Gretchen Pryle, sangat mendukung penerapan kebiasaan membaca harian di sekolah. Menurut Gallagher, banyak sekolah tidak menyediakan cukup waktu, buku, atau pilihan yang memadai bagi siswa untuk membaca. Hal ini, katanya, perlu diubah agar siswa dapat mengembangkan kebiasaan membaca yang berkelanjutan, yang bermanfaat tidak hanya untuk literasi tetapi juga untuk prestasi akademis mereka secara keseluruhan. Pryle menambahkan bahwa memberikan waktu membaca harian di kelas dapat menginspirasi siswa untuk membaca lebih banyak, baik di dalam maupun di luar sekolah. Di kelasnya, Pryle melihat siswa mulai menyelesaikan buku lebih cepat dan terus membaca bahkan di luar waktu yang ditentukan.
Para pakar ini sependapat bahwa menyediakan waktu khusus untuk membaca secara rutin di sekolah tidak hanya meningkatkan kemampuan literasi, tetapi juga membentuk kebiasaan yang dapat bertahan seumur hidup. Hal ini memberi kesempatan bagi guru untuk memandu siswa dalam memilih buku yang sesuai dan menciptakan budaya kelas yang menghargai kegiatan membaca
Memberikan pilihan bacaan yang beragam dan menarik selama sesi literasi pagi dapat meningkatkan motivasi siswa. Selain itu, dengan mendiskusikan bacaan mereka di kelas, siswa dapat berbagi pandangan dan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Ini menciptakan komunitas pembaca yang saling mendukung, yang sangat penting dalam mendorong minat belajar.
Menemukan Potensi Siswa
Literasi pagi juga dapat berfungsi sebagai alat untuk pemetaan bakat siswa. Melalui berbagai jenis bacaan dan aktivitas literasi, guru dapat mengidentifikasi minat dan bakat siswa di bidang tertentu. Misalnya, siswa yang menunjukkan ketertarikan pada cerita fiksi mungkin memiliki bakat dalam menulis kreatif, sementara mereka yang lebih suka teks informatif dapat menjadi calon yang baik dalam penelitian atau jurnalisme.
Louise Rosenblatt, seorang teoretikus literasi terkenal, yang mengembangkan teori Transactional Reader-Response, menyatakan bahwa pembaca berinteraksi secara aktif dengan teks, menciptakan makna berdasarkan pengalaman pribadi mereka. Dalam konteks literasi pagi, pandangan Rosenblatt selaras dengan gagasan bahwa siswa tidak hanya membaca secara pasif, tetapi juga membangun pemahaman dan refleksi pribadi yang mendalam melalui teks yang mereka baca. Ini sejalan dengan perkembangan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kritis yang dihasilkan dari literasi.
Atau Lev Vygotsky, seorang psikolog pendidikan asal Rusia, terkenal dengan teori Zone of Proximal Development (ZPD), menekankan pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif dan literasi. Dia percaya bahwa pembelajaran terjadi paling efektif ketika anak-anak berkolaborasi dengan orang yang lebih berpengalaman, seperti guru atau teman sebaya.