Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Janji Tak Berujung

10 Oktober 2024   19:36 Diperbarui: 10 Oktober 2024   19:44 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Janji Tak Berujung

Pemilihan kepala daerah semakin mendekat. Calon bupati dan wakil bupati bersaing ketat, menawarkan berbagai janji yang menggoda. Dari program lingkungan yang ramah hingga penciptaan lapangan kerja baru, setiap calon berlomba-lomba menarik perhatian masyarakat. Namun, di balik pesona kata-kata indah itu, rakyat desa mulai merasakan kekhawatiran yang mendalam.

Di tengah riuhnya kampanye, Sarah, seorang guru muda, memperhatikan tingginya angka perceraian akibat pernikahan dini di desanya. Dia melihat banyak perempuan muda yang terpaksa menikah di usia yang terlalu dini, hanya untuk mengalami kesulitan yang luar biasa dalam menjalani kehidupan berumah tangga. 

"Perkawinan usia dini bukan hanya soal kesehatan reproduksi, tapi juga tentang masa depan generasi muda kita," gumamnya pada sahabatnya, Rina, yang setia mendengarkan. Rina pun mengangguk, menyetujui pandangan Sarah. Mereka berdua sepakat bahwa pemimpin yang ideal harus mengatasi isu ini dengan serius.

Sementara itu, para calon pemimpin terlihat sibuk membagikan uang dan janji-janji manis. Mereka tidak pernah menyinggung tentang kesehatan reproduksi, pendidikan, atau pencegahan perceraian. 

Semua mata tertuju pada calon bupati yang berjanji membangun jalan, membagikan bantuan tunai, dan memberikan hiburan. Rakyat pun terpesona oleh glamornya dan mudah terbuai oleh janji-janji tersebut.

Sarah dan Rina merasa frustasi, berusaha menggalang dukungan untuk calon pemimpin yang benar-benar peduli terhadap isu-isu nyata. 

Mereka mengadakan pertemuan kecil dengan warga, mendiskusikan pentingnya kesehatan reproduksi, pendidikan, dan program-program untuk Generasi Z.

 "Kita butuh pemimpin yang tidak hanya merayu dengan uang, tetapi juga dengan tindakan nyata," tegas Sarah saat pertemuan itu. Meski begitu, suara mereka teredam oleh sorak-sorai janji-janji yang menggoda dari para calon.

Hari pemungutan suara pun tiba. Dengan semangat dan harapan, masyarakat pergi ke tempat pemungutan suara. Namun, ketika hasil penghitungan suara diumumkan, kejutan besar terjadi. Calon yang paling banyak membagi uang dan membuat janji paling bombastis, justru kalah telak! Dalam suara yang menggembirakan, rakyat memilih calon yang tidak pernah mengiming-imingi uang, tetapi memiliki visi dan komitmen nyata terhadap isu-isu penting.

"Ini adalah pesan bagi para calon pemimpin yang hanya menebar janji kosong dan bagi-bagi uang," teriak seorang warga saat hasil penghitungan suara diumumkan. "Kami ingin pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan kami, bukan sekadar angka di kertas!"

Hukuman ini menjadi pelajaran berharga bagi para calon pemimpin: rakyat tidak bisa dibeli dengan uang. Keberanian, komitmen, dan integritas menjadi kunci dalam meraih hati mereka. 

Dan di tengah sorakan kemenangan, Sarah dan Rina tersenyum. Mereka tahu, perubahan yang diharapkan mulai terlihat, dan harapan baru bagi desa mereka pun terlahir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun