Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Luka di Balik Dinding Sekolah

4 Oktober 2024   05:00 Diperbarui: 3 Oktober 2024   22:47 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Olahan GemAIBot, dokpri)

Luka di Balik Dinding Sekolah

Di sudut sekolah, Farhan duduk sendirian. Pandangannya menatap kosong pada lapangan yang mulai sepi seiring berakhirnya jam pelajaran. Tubuhnya ringkih, namun ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar fisik yang terlihat lemah. Ada luka, bukan hanya di kulit, tapi juga di hatinya. Luka yang tak terlihat, tapi terasa setiap saat.

Farhan adalah anak yang pendiam, sering kali terlihat lebih suka menyendiri. Sejak dia masuk sekolah menengah ini, dia sering menjadi sasaran ejekan teman-temannya. Mula-mula hanya olok-olok biasa tentang tubuhnya yang kurus dan kacamatanya yang tebal. Tapi lama kelamaan, ejekan itu berubah menjadi intimidasi, lalu kekerasan. Setiap hari, sekelompok siswa yang dipimpin oleh Rio, murid paling populer di kelasnya, menjadikan Farhan sebagai bahan lelucon dan target kekerasan.

Di mata guru, Rio adalah siswa yang baik, pintar, dan aktif di berbagai kegiatan. Namun, di balik dinding sekolah, dia adalah pemimpin kelompok yang suka menindas. "Dia hanya lelucon, Han," kata Rio sambil menepuk punggung Farhan dengan keras suatu siang di kantin. Tapi bagi Farhan, lelucon itu tidak pernah lucu. Tamparan di punggung, dorongan di lorong, hingga kata-kata kasar yang sering dilontarkan kepadanya telah membuatnya semakin terpuruk.

Semakin lama, Farhan semakin tenggelam dalam kesendiriannya. Tidak ada seorang pun yang dia percaya untuk menceritakan penderitaannya. Teman-teman sekelasnya tampak acuh, dan beberapa malah ikut-ikutan menertawakannya. Guru-guru sibuk, menganggap masalah siswa sebagai hal sepele jika tidak menyangkut prestasi akademik. Farhan merasa sendirian, terkurung dalam dinding-dinding sekolah yang harusnya menjadi tempat aman baginya.

Suatu hari, Farhan tidak datang ke sekolah. Bukan hanya sehari, tapi seminggu penuh. Tidak ada yang benar-benar memperhatikan absensinya, kecuali seorang guru Bahasa Indonesia bernama Bu Ratna. Beliau adalah satu-satunya yang menyadari perubahan perilaku Farhan dalam beberapa bulan terakhir. Bu Ratna mendengar bisik-bisik tentang bullying yang dilakukan oleh Rio dan teman-temannya, tapi selama ini dia tidak punya bukti yang cukup untuk menindak.

Pagi itu, Bu Ratna memutuskan untuk mengunjungi rumah Farhan. Setelah mengetuk pintu, dia disambut oleh seorang wanita tua yang terlihat lelah. Itu ibunya Farhan.

"Bu Ratna?" tanya sang ibu, terkejut melihat guru anaknya berdiri di ambang pintu. "Farhan tidak bisa ke sekolah, Bu."

"Apa yang terjadi, Bu?" tanya Bu Ratna dengan nada prihatin.

"Dia jatuh sakit, dan... dia tidak mau bercerita. Saya tahu ada sesuatu yang salah, tapi dia menutup diri dari saya," jawab ibunya dengan suara bergetar. Air mata mulai menggenang di sudut matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun