Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Keluarga dan Misionaris Muda dalam Menyongsong Masa Depan

30 September 2024   05:00 Diperbarui: 30 September 2024   07:51 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(dari WAG PBMN, dokpri)

Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus (MSF): Peran Keluarga dan Misionaris Muda dalam Menyongsong Masa Depan

Pada 28 September 2024, Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus (MSF) merayakan ulang tahun ke-129 berdirinya, sebuah tonggak sejarah yang menunjukkan dedikasi panjang terhadap misi Gereja dalam pelayanan keluarga dan panggilan hidup religius. Didirikan pada tahun 1895 oleh Pater Jean Berthier di Belanda, dengan pelindung Maria La Salette, kongregasi ini telah berkembang pesat dan berperan aktif di banyak negara. Salah satu perkembangan signifikan adalah kontribusi misionaris muda dari negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia dan Madagaskar (selain Polandia dari Eropa dan Brasil dari Amerika Latin), yang memainkan peran penting dalam perjalanan kongregasi ke masa depan.

Sejak awal, Kongregasi MSF memiliki perhatian khusus terhadap panggilan religius yang terlambat dan tanah misi. Peran keluarga dalam pembentukan iman, seperti yang dilambangkan oleh Keluarga Kudus dari Nazaret, menjadi fokus utama karya misi kongregasi ini. Dari waktu ke waktu, keluarga menjadi landasan utama dalam menumbuhkan panggilan religius dan membentuk generasi baru yang siap melayani Tuhan dan sesama. Dalam konteks modern, keluarga tetap menjadi "gereja domestik," tempat di mana nilai-nilai Kristiani pertama kali diajarkan dan ditanamkan.

Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, menegaskan bahwa keluarga adalah komunitas kasih yang merefleksikan hubungan Allah dengan manusia. Sementara itu, Amoris Laetitia oleh Paus Fransiskus mengajak Gereja untuk semakin terlibat dalam pendampingan keluarga, terutama dalam menghadapi tantangan zaman modern seperti krisis nilai, perpecahan, dan tekanan sosial. Dalam situasi ini, Kongregasi MSF dipanggil untuk memperluas karya pastoral mereka, menjawab kebutuhan keluarga secara lebih luas dan mendalam. Tidak hanya dalam pengajaran iman, tetapi juga dalam bidang-bidang praktis seperti pendidikan anak, komunikasi antar anggota keluarga, dan manajemen konflik sehari-hari.

Keluarga saat ini menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan dengan masa ketika kongregasi ini pertama kali didirikan. Kehadiran media digital, perubahan nilai sosial, dan materialisme yang semakin menguat mempengaruhi kehidupan keluarga, membuat mereka perlu dukungan yang lebih dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Kongregasi MSF dapat berperan sebagai perpanjangan tangan Gereja untuk mendampingi keluarga-keluarga, tidak hanya dalam aspek spiritual tetapi juga dalam memberikan solusi konkret bagi masalah-masalah yang dihadapi keluarga modern.

(sesawi.net)
(sesawi.net)

Misionaris Muda dari Dunia Ketiga: Pembaruan dalam Misi Global

Salah satu aspek paling menarik dari perkembangan MSF dalam beberapa dekade terakhir adalah keterlibatan misionaris muda dari negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia dan Madagaskar. Sebagai negara yang dulu menjadi sasaran misi, kini Indonesia tidak hanya menjadi tanah subur bagi pertumbuhan panggilan religius, tetapi juga menghasilkan misionaris yang siap mengemban tugas ke seluruh dunia. Superior Jenderal MSF yang saat ini berasal dari Indonesia menunjukkan bahwa peran negara-negara dunia ketiga semakin penting dalam struktur kepemimpinan dan visi kongregasi.

Misionaris muda dari Indonesia dan Madagaskar membawa semangat baru dan kepekaan sosial yang mendalam terhadap tantangan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga di berbagai negara, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil. Mereka memiliki pengalaman langsung tentang dampak kemiskinan, keterbatasan akses pendidikan, dan ketidakstabilan sosial, yang membuat mereka mampu mengembangkan pendekatan misi yang lebih relevan dan kontekstual. Kehadiran mereka memperkaya karya misi kongregasi, menjadikannya lebih inklusif dan adaptif terhadap realitas zaman modern.

Misalnya, misionaris muda dari Indonesia, dengan latar belakang budaya yang kuat akan nilai-nilai kekeluargaan dan solidaritas, mampu mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam program-program pastoral. Mereka mengembangkan pendekatan yang menghubungkan nilai-nilai tradisional dengan ajaran Kristiani, menjadikan misi mereka lebih dapat diterima oleh masyarakat lokal. Di sisi lain, misionaris dari Madagaskar menunjukkan dedikasi luar biasa dalam melayani komunitas-komunitas yang paling rentan. Dengan keberanian dan komitmen mereka, mereka menghidupkan kembali semangat kongregasi dalam menjangkau mereka yang terlupakan atau terpinggirkan, seperti yang diamanatkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Evangelii Gaudium.

Sementara itu, para mantan yang pernah mengenyam "didikan" keluarga kudus dengan caranya sendiri berusaha terlibat dalam kegiatan misi Kongregasi MSF. Ada yang terlibat dalam Kerabat MSF (yang ada secara internasional) ada juga yang terlibat dalam paguyuban seperti Perseduluran Brayat Minulya Nusantara (PBMN) yang mengakomodasi mereka yang setelah mendapat didikan keluarga kudus memilih melayani sebagai awam yang tangguh bagi Gereja dengan segala disiplin ilmu yang mereka miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun