Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Panggung di Negeri Orang

27 September 2024   09:00 Diperbarui: 27 September 2024   09:04 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Panggung di Negeri Orang

Rama menghabiskan sebagian besar sore harinya di depan layar laptop. Jari-jarinya menari di atas keyboard, berusaha keras menyelesaikan proyek editan video yang sudah hampir dua minggu terbengkalai. Sebagai YouTuber lokal, ia sudah terbiasa mengedit video hingga larut malam, mengorbankan waktu tidurnya demi mencapai kualitas yang ia harapkan. Namun, meski sudah berusaha sekeras mungkin, angka-angka di belakang videonya tidak pernah melonjak.

"Views segini lagi, segini lagi," keluhnya, memandangi monitor dengan wajah lesu.

Di seberang meja, Fikri, sahabat sekaligus rekan kolaborasi Rama, asyik menonton live streaming YouTuber asing yang tengah viral di Indonesia, IShowSpeed. Dalam layar kecil di pojok Fikri, terlihat sang YouTuber sedang berlari-lari di sekitar Monas, mengajak orang-orang yang tak dikenalnya untuk berinteraksi. Ratusan ribu orang sedang menontonnya secara langsung.

"Dia baru sehari di Jakarta, langsung trending nomor satu di YouTube," kata Fikri, tanpa menoleh dari layar ponselnya.

Rama tersenyum pahit. Ia tidak membenci IShowSpeed atau YouTuber asing lainnya, tapi hatinya dipenuhi keprihatinan yang mendalam. "Kenapa mereka bisa begitu cepat diterima di sini, ya? Padahal kita yang asli sini malah seolah tidak dianggap."

Fikri menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap sahabatnya. "Mungkin karena mereka punya sudut pandang yang baru. Orang kita suka hal-hal yang unik, beda dari apa yang biasa kita lihat sehari-hari."

"Tapi kenapa harus sampai seperti itu?" tanya Rama. "Mereka datang ke sini, buat konten sambil tertawa-tawa, dan kita -netizen Indonesia- langsung menyambutnya seperti pahlawan. Sementara kita sendiri, yang jelas-jelas tahu lebih banyak tentang budaya dan tempat ini, malah sulit mendapatkan pengakuan."

Fikri tersenyum kecil. "Netizen Indonesia itu kan terkenal fanatik. Mereka suka mengikuti tren. Dan tren saat ini adalah mendukung YouTuber asing."

Rama terdiam sejenak. Kalimat Fikri mengingatkannya pada perbincangan di sebuah grup komunitas YouTuber lokal yang dia ikuti. Ada seorang kreator muda yang baru-baru ini mengatakan bahwa "orang Indonesia lebih suka mengekor daripada menciptakan tren." Komentar itu menyulut debat panas di grup, namun semakin lama Rama merenungkannya, semakin masuk akal.

"Mungkin kita sudah terlalu nyaman menjadi penonton, bukan pemain," gumam Rama, lebih pada dirinya sendiri.

Fikri tertawa kecil, seakan menyadari kegelisahan sahabatnya. "Tapi, Ram, jujur saja deh, emang konten kita kurang greget. Beda sama mereka yang datang dari luar, buat sesuatu yang kelihatannya sederhana tapi mengundang banyak perhatian."

Rama tahu itu benar. IShowSpeed dan YouTuber lainnya memang pintar menciptakan momen. Mereka memanfaatkan keanehan dan kebaruan dari tempat-tempat yang mereka kunjungi, termasuk Indonesia. Yang tidak dimiliki oleh mereka yang tinggal di sini adalah kesegaran dalam memandang lingkungan. Namun, di balik itu semua, Rama merasa ada sesuatu yang mengganjal. Apakah semua ini murni karena YouTuber asing ingin "memperkenalkan" Indonesia ke dunia, atau sekadar memanfaatkan popularitas besar netizen Indonesia yang dikenal royal dalam hal interaksi di media sosial?

Di sinilah kegelisahannya berakar. Apakah netizen Indonesia benar-benar sadar bahwa mereka sering kali hanya menjadi alat untuk meningkatkan pamor kreator dari luar negeri? Kenapa mereka tak pernah berpikir untuk bersaing di panggung yang sama? Kenapa tidak menjadi pelopor seperti IShowSpeed atau bahkan lebih?

***

Keesokan harinya, Rama memutuskan untuk keluar dari rutinitasnya. Ia ingin mencoba sesuatu yang berbeda, sesuatu yang mungkin membuatnya kembali merasakan apa yang ia rasakan dulu, ketika pertama kali memulai kanal YouTube-nya - perasaan antusias, segar, dan penuh ide.

Ia membawa kameranya dan berjalan kaki menyusuri gang-gang kecil di sekitar rumahnya di daerah Tebet. Tak jauh dari situ, ada warung kopi kecil yang sering ia datangi bersama teman-teman semasa sekolah. Namun, kali ini, ia melihatnya dengan sudut pandang berbeda. Setiap sudut jalan, orang yang lewat, atau sekadar penjual kopi yang sibuk, semua tampak lebih hidup di matanya. Ia berbicara dengan pemilik warung, merekam interaksinya, dan tertawa bersama mereka. Dia merasa lebih bebas daripada saat duduk berjam-jam di depan laptopnya.

Sementara itu, di sudut lain Jakarta, IShowSpeed sedang sibuk membuat konten di sebuah mall besar. Ribuan penggemar Indonesia datang hanya untuk sekadar berfoto atau menonton aksinya secara langsung. Tanpa disadari, Rama berjalan melewati kawasan itu, hanya untuk mendengar suara riuh orang-orang yang menyambut YouTuber asing tersebut.

"Apa ini," pikir Rama, sambil mengamati kerumunan dari jauh. "Seberapa hebat kontennya sampai orang-orang ini rela datang hanya untuk melihatnya?"

Rasa penasaran memanggilnya. Dia mendekati kerumunan, menonton IShowSpeed yang sedang beraksi. Konten yang dibuat sangat sederhana - berinteraksi dengan penjaga toko, bermain-main dengan aksen Bahasa Indonesia yang terputus-putus, dan mencoba berbagai makanan lokal.

(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Namun, ada satu momen yang benar-benar membuat Rama terkejut.

Tiba-tiba, IShowSpeed menghampiri seorang bocah kecil yang sedang duduk di bangku mall sambil memegang smartphone-nya. "Hey, what are you watching?" tanya YouTuber itu dengan senyum lebar.

Anak kecil itu menunjukkan layarnya. Di sana, sebuah video sedang diputar. Namun, yang ditonton anak itu bukan video dari YouTuber asing. Bukan pula video dari IShowSpeed.

Itu adalah video Rama. Ya, video yang ia unggah dua minggu lalu, yang hanya mendapat sedikit perhatian. Video yang menurut Rama tak akan pernah diapresiasi.

Mata Rama terbelalak. Ia mendekat, memperhatikan layar itu. Video tersebut menampilkan dirinya yang sedang menjelaskan proses pembuatan kopi tradisional di salah satu kedai kecil di kampung halamannya.

"You like this guy?" tanya IShowSpeed lagi.

Anak kecil itu mengangguk malu-malu. "Iya, dia seru. Soalnya dia ngajarin sesuatu yang aku nggak tahu sebelumnya."

Rama berdiri di sana, terpaku. Dia tidak percaya bahwa di tengah riuhnya sorotan terhadap konten YouTuber asing, masih ada yang menghargai karyanya. Mungkin, tanpa disadarinya, ia sudah melakukan sesuatu yang lebih berharga dari sekadar ikut-ikutan tren.

Dengan langkah pelan, Rama berbalik dan meninggalkan kerumunan itu. Pikirannya bergulir -mungkin bukan soal menjadi terkenal seketika, atau menyaingi YouTuber asing. Bagi Rama, menjadi kreator konten berarti menciptakan sesuatu yang memberi dampak, sekecil apa pun itu.

Dan hari ini, ia telah menemukannya. Sesederhana seorang anak kecil yang memilih untuk menonton videonya di antara lautan konten yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun