Tentu sepanjang 60 tahun hidup bersama sebagai suami istri, ayahanda dan ibunda sudah menghidupi nilai-nilai yang selama ini menguatkan mereka. Saya mencatat ada lima nilai yang bisa kita timba atau belajar dari mereka berdua.
Pertama, Iman sebagai Fundasi. Dalam sebuah keluarga yang berfungsi sebagai ecclesia domestica, iman kepada Tuhan menjadi fondasi yang tidak bisa digoyahkan. Ayahanda dan Ibunda telah menjadikan rumah mereka sebagai tempat pendidikan iman, di mana anak-anak belajar mengenal Tuhan sejak usia dini. Mereka mengajarkan bahwa dalam segala hal, baik dalam kebahagiaan maupun dalam kesulitan, iman harus menjadi penopang utama. Doa bersama, ibadah rutin, serta kebiasaan membaca Kitab Suci telah menjadi bagian integral dari kehidupan keluarga ini. Mereka tidak hanya mengajarkan iman dengan kata-kata, tetapi juga melalui teladan hidup.
Kedua, Cinta Kasih yang Tulus. Pernikahan mereka dibangun atas dasar cinta kasih yang tulus, yang terus berkembang seiring waktu. Cinta yang mereka miliki bukan hanya sekadar perasaan, tetapi sebuah komitmen yang diwujudkan dalam tindakan nyata. Dalam setiap momen kehidupan, baik dalam membesarkan anak-anak maupun dalam mendidik cucu, cinta mereka selalu hadir sebagai dorongan utama. Ayahanda dan Ibunda menunjukkan bahwa cinta sejati adalah ketika kita menempatkan kebutuhan pasangan dan keluarga di atas keinginan pribadi.
Ketiga, Kesetiaan dalam Perjalanan. Enam puluh tahun adalah waktu yang sangat lama, dan kesetiaan mereka kepada satu sama lain adalah bukti nyata dari janji pernikahan yang mereka ucapkan dahulu. Mereka tetap setia dalam segala keadaan, baik dalam masa-masa kesulitan finansial, tantangan kesehatan, maupun dalam pergumulan emosional. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh godaan ini, kesetiaan menjadi salah satu nilai yang sering diabaikan. Namun, Ayahanda dan Ibunda telah menunjukkan bahwa kesetiaan adalah salah satu kunci keberhasilan dalam menjalani pernikahan yang panjang.
Keempat, Pengampunan sebagai Wujud Cinta. Tidak ada hubungan yang sempurna, dan dalam pernikahan, pasti ada momen-momen di mana kesalahan terjadi. Namun, Ayahanda dan Ibunda telah mengajarkan bahwa pengampunan adalah bagian penting dari cinta sejati. Mereka memahami bahwa manusia tidak sempurna dan kesalahan adalah bagian dari hidup. Namun, daripada memperbesar kesalahan, mereka memilih untuk mengampuni, memperbaiki, dan melangkah maju bersama. Pengampunan tidak hanya menyembuhkan hubungan, tetapi juga membuat cinta semakin kuat. Cinta yang dibangun atas dasar pengampunan telah membuat mereka berjalan sangat jauh hingga hari ini.
Kelima, Kerendahan Hati dan Kebersamaan. Salah satu nilai lain yang selalu dihidupi oleh Ayahanda dan Ibunda adalah kerendahan hati. Mereka tidak pernah merasa lebih baik satu sama lain, tetapi selalu saling mendukung dengan kebersamaan. Mereka percaya bahwa pernikahan adalah tentang melayani, bukan dilayani. Kebersamaan yang mereka jalani selama ini menjadi contoh nyata bagi generasi berikutnya tentang bagaimana pernikahan adalah sebuah kolaborasi, di mana kedua pihak saling melengkapi.
Ecclesia Domestica: Tempat Pendidikan Iman dan Karakter
Salah satu warisan terbesar dari Ayahanda dan Ibunda adalah peran mereka dalam membangun rumah sebagai ecclesia domestica, gereja kecil di tengah keluarga. Mereka memahami bahwa pendidikan iman tidak hanya diajarkan di gereja atau sekolah, tetapi juga di rumah, melalui setiap percakapan, tindakan, dan keputusan yang mereka buat. Anak-anak mereka tumbuh dalam lingkungan yang sarat akan nilai-nilai kekristenan, di mana kasih, pengampunan, dan kebaikan menjadi prinsip yang dipegang teguh.
Melalui keteladanan Ayahanda dan Ibunda, cucu-cucu mereka juga belajar tentang pentingnya hidup dalam integritas dan iman yang kokoh. Mereka tahu bahwa iman bukan hanya tentang doa atau ibadah, tetapi tentang bagaimana menghadapi setiap tantangan hidup dengan kepala tegak, hati yang tenang, dan keyakinan bahwa Tuhan selalu menyertai.
Inspirasi bagi Keluarga Masa Kini
Di era modern ini, keluarga sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan yang menggerogoti keharmonisan, mulai dari kesibukan pekerjaan, distraksi teknologi, hingga tekanan sosial. Namun, perjalanan 60 tahun Ayahanda dan Ibunda Tjiptadinata menjadi bukti bahwa dengan fundasi iman yang kuat, cinta kasih yang tulus, dan komitmen yang teguh, pernikahan yang harmonis bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai.
Nilai-nilai yang mereka hidupi selama ini, seperti kesetiaan, pengampunan, kebersamaan, dan kerendahan hati, adalah nilai-nilai yang dapat diteladani oleh keluarga masa kini. Mereka mengajarkan bahwa kebahagiaan dalam pernikahan bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan hasil dari kerja keras, pengorbanan, dan ketekunan.
Ayahanda dan Ibunda Tjiptadinata telah menjalani kehidupan pernikahan mereka sebagai sebuah panggilan, di mana mereka tidak hanya membangun rumah tangga, tetapi juga menanamkan iman dan karakter yang kuat kepada anak-anak, cucu, dan cicit mereka. Perjalanan mereka adalah kisah penuh rahmat, bukti nyata dari kuasa Tuhan yang bekerja dalam kehidupan mereka.