**
Malam itu berakhir dengan keheningan yang terasa berat. Anak-anak itu kembali ke rumah masing-masing, membawa cerita yang masih belum selesai. Mereka masih menunggu jawaban, entah dari siapa. Tapi mereka tahu, jawaban itu tidak akan datang dengan cepat.
Sang guru duduk sendirian di bangku kelas yang sudah kosong. Ia merenung, membayangkan bagaimana rasanya menjadi anak-anak ini, hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan. Di balik wajah-wajah polos mereka, ada begitu banyak beban yang harus mereka pikul.
Dia tahu, tugasnya sebagai guru bukan hanya mengajarkan matematika atau bahasa Indonesia. Tugasnya juga mendengarkan, memahami, dan memberikan ruang bagi anak-anak ini untuk menceritakan kisah-kisah mereka---kisah tentang keberanian, ketakutan, dan kerinduan.
Namun, sebagai warga negara, dia juga sadar bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar. Negara seharusnya hadir untuk melindungi warganya, bahkan mereka yang bekerja di negeri seberang. Negara seharusnya melindungi anak-anak ini dari trauma yang tak seharusnya mereka alami. Karena di balik cerita-cerita mereka, ada jeritan yang menuntut perhatian, ada luka yang butuh penyembuhan.
Malam semakin larut, dan guru itu tahu, perjuangan masih panjang. Tapi dia juga tahu, selama masih ada yang mau mendengarkan, masih ada harapan. Harapan untuk hidup yang lebih baik, tanpa harus bermain kucing-kucingan dengan polisi di negeri orang, tanpa harus tidur dengan ketakutan di bawah bayang-bayang sirene.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H