Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kopi yang Terus Pahit dan Derita PMI Non Prosedural

14 September 2024   19:31 Diperbarui: 14 September 2024   19:41 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi "Kopi yang Terus Pahit" di atas hendak menggambarkan dengan sangat lugas penderitaan pekerja migran Indonesia non prosedural yang merantau ke Malaysia demi harapan memperbaiki nasib keluarga di kampung halaman. Setiap baitnya melukiskan tragedi kehidupan mereka, mulai dari asa yang sirna hingga kepulangan hanya sebagai jasad. Ini bukan hanya kisah personal, tetapi tragedi kolektif yang mencerminkan sistem sosial, ekonomi, dan politik yang rapuh.

Data Korban: 85 Jasad Pulang Tanpa Nyawa

Hingga September 2024, tercatat sudah 85 jenazah Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural yang dipulangkan dari Malaysia sejak Januari 2024. Rata-rata, sekitar 10-12 jenazah dipulangkan per bulan. Kasus ini sangat memprihatinkan, mencerminkan kondisi kerja yang tak manusiawi serta lemahnya perlindungan bagi PMI yang bekerja tanpa prosedur resmi. ( bisa dibaca lebih lengkap pada dua situs berikut: https://www.expontt.com/seputar-ntt/53810/62-pmi-non-prosedural-asal-ntt-pulang-tanpa-nyawa-selama-tahun-2024-malaka-terbanyak/ dan https://ekorantt.com/2024/09/09/satu-lagi-pekerja-migran-ntt-meninggal-dunia-di-malaysia-kado-bagi-penjabat-gubernur-yang-baru/). Data 85 orang itu disampaikan oleh Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa dalam WAG Alumni Seminari Mataloko lintas angkatan.

Data ini tidak hanya menegaskan tingginya angka kematian, tetapi juga menggambarkan hilangnya nyawa yang diiringi oleh harapan keluarga di kampung. Mereka berangkat dengan tekad kuat untuk membawa kehidupan yang lebih baik, namun pulang dalam peti jenazah. Keluarga yang ditinggalkan menghadapi kepedihan yang mendalam, baik secara emosional maupun ekonomi, karena tak hanya kehilangan orang yang dicintai, tetapi juga sumber nafkah utama.

Trauma bagi Keluarga

Dari perspektif psikologis, keluarga yang ditinggalkan menghadapi trauma mendalam. Kematian anggota keluarga yang bekerja sebagai PMI sering kali tak terduga, dan proses menerima kenyataan tersebut sangat berat. Kepergian mereka untuk merantau biasanya diiringi harapan besar, namun kepulangan dalam bentuk jenazah menghancurkan harapan tersebut.

Bagi keluarga, trauma berlarut-larut terjadi ketika mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa anggota keluarga tidak akan pernah kembali lagi. Kesedihan ini diperparah dengan tekanan sosial dan ekonomi, di mana mereka harus menghidupi diri tanpa dukungan yang sebelumnya diandalkan. Anak-anak yang kehilangan orang tua, pasangan yang ditinggalkan, dan orang tua yang harus merelakan anaknya, semuanya mengalami proses berkabung yang bisa berkepanjangan dan menyebabkan masalah mental seperti depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

(@timexkupangdotcom)
(@timexkupangdotcom)

Tanggung Jawab Negara

Dari sisi politik dan hukum, negara memiliki kewajiban untuk melindungi warganya, termasuk mereka yang bekerja di luar negeri, baik secara prosedural maupun non-prosedural. Namun, realitas menunjukkan bahwa perlindungan terhadap PMI non-prosedural masih sangat lemah. Sering kali, mereka berangkat tanpa dokumen resmi, terjebak dalam praktik percaloan, atau pergi karena desakan ekonomi. Kondisi kerja di luar negeri sering kali tidak manusiawi, dengan gaji rendah, jam kerja panjang, dan perlakuan yang tidak adil.

Meski demikian, perlindungan hukum bagi PMI non-prosedural masih sangat terbatas. Beberapa di antara mereka tidak memiliki akses ke hak-hak dasar seperti jaminan kesehatan, perlindungan kerja, atau asuransi. Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memiliki berbagai peraturan untuk melindungi PMI, seperti Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun, implementasinya belum sepenuhnya efektif, terutama dalam melindungi PMI non-prosedural. Pengawasan terhadap agen tenaga kerja ilegal juga perlu diperketat.

Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam menangani PMI non-prosedural yang bekerja tanpa dokumen resmi. Salah satu masalah utama adalah lemahnya pengawasan terhadap agen tenaga kerja ilegal yang sering kali mempekerjakan atau mengirimkan pekerja tanpa mengikuti prosedur yang sah. PMI non-prosedural sering kali tidak memiliki akses ke perlindungan hukum atau jaminan keselamatan, dan rentan terhadap eksploitasi serta kondisi kerja yang berbahaya (Ekorantt.com)(Expontt).

Untuk memperbaiki situasi ini, pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap agen-agen tenaga kerja ilegal, memberikan edukasi yang lebih intensif kepada calon pekerja migran tentang risiko kerja ilegal, serta meningkatkan kerja sama dengan negara-negara tujuan untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi seluruh PMI.

Dari sudut pandang politik, pemerintah harus lebih proaktif dalam memberantas jalur-jalur pengiriman PMI ilegal, serta memperkuat kerjasama bilateral dengan negara-negara tujuan untuk memastikan kondisi kerja yang layak bagi para PMI. Penegakan hukum terhadap agen perekrut ilegal, serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya bekerja tanpa prosedur resmi, juga harus diperkuat.

Memutus Mata Rantai Derita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun