KEBAIKAN DI TEPI JALAN
Fatima memandangi dapurnya yang sederhana. Tak ada yang istimewa di sana - beberapa panci bekas, kompor minyak tua, dan rak kayu tempat menyimpan piring-piring usang. Hidupnya serba pas-pasan, serba cukup saat dibutuhkan. Di rumah kecilnya, ia tak pernah memiliki lebih dari yang ia perlukan, tapi entah bagaimana, ia selalu bertahan.
Di hari itu, seperti biasa, Fatima sedang menyiapkan bubur untuk pria tua yang tinggal di samping rumahnya. Namanya Pak Hasan. Sudah bertahun-tahun ia sakit-sakitan, dan tak ada satu pun keluarga yang peduli padanya. Maka, Fatima, dengan segala keterbatasannya, merawatnya seolah ia adalah ayahnya sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara motor tua di depan rumah. Suaranya memekakkan telinga dan penuh batuk-batuk, hingga akhirnya mati total. Fatima mengintip dari jendela, dan di luar sana, seorang perempuan yang tidak ia kenal tengah berusaha menyalakan kembali motornya.
Dengan sigap, Fatima membuka pintu dan melangkah keluar.
"Assalamu'alaikum, Bu," sapanya, mendekati perempuan itu yang tampak bingung dan frustrasi.
"Wa'alaikumussalam, Bu," jawab perempuan itu, sambil menyeka keringat di dahinya. "Motor saya mogok, dan saya harus segera ke kota. Saya bingung harus bagaimana."
Fatima melihat perempuan itu, sebut saja Pulung, tampak kelelahan. Ia menghela napas dalam-dalam, mengingat betapa sulitnya hidup bagi siapa pun yang terjebak di tengah masalah tanpa solusi. Tanpa banyak berpikir, Fatima menawarkan bantuan.
"Kalau begitu, pakai saja motor saya, Bu. Motor saya ada di belakang rumah, mungkin bisa membantu Anda sampai ke kota."
Pulung terkejut mendengar tawaran itu. "Aduh, Bu, saya baru kenal Ibu. Mana mungkin saya meminjam motor Ibu?"