Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kopi Kamis Siang

22 Agustus 2024   20:24 Diperbarui: 22 Agustus 2024   20:40 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(massa berhasil merobohkan gerbang belakang DPR RI, dokumen: surya.com)

Kopi Kamis Siang

(Sebuah Deskripsi-konstruktif tentang Demonstrasi Mahasiswa)

Hari ini, Kamis 22 Agustus 2024 para mahasiswa dan buruh serta masyarakat melakukan demonstrasi di sejumlah kota di seluruh tanah air, menolak perilaku anggota DPR yang menolak revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR dan mendukung keputusan MK. Bahkan di Gedur DPR PUSAT di Jakarta, demo masih berlangsung hingga malam ini meski sebagian sudah mulai diusir/dihalau oleh polisi (bandingan:https://news.detik.com/berita/d-7503765/api-menyala-di-depan-gedung-dpr-malam-ini-pagar-jebol-diterobos-massa)

Untuk menggambarkan suasana demo itu, tadi siang saat di ruang kelas sembari menunggu siswa selesai istirahat kedua, saya menulis puisi dan ulasan di bawah ini. 

Di bawah terik matahari, para mahasiswa berbaris,
Dengan semangat yang membara, menuntut keadilan,
Di jalanan yang terik, suara mereka menggelegar,
Menuntut kepastian dari para penguasa dan parlemen.

Rakyat yang muak, menatap dari balik jendela,
Menyaksikan pemerkosaan konstitusi yang terus berlanjut,
Ketika kebijakan ditukar dengan kepentingan pribadi,
Teguh berdiri di jalan, mereka berjuang melawan kezaliman.

Di sela-sela hiruk-pikuk, secangkir kopi Kamis siang,
Menjadi saksi bisu dari perjuangan yang tak kunjung usai,
Sementara harapan untuk perubahan terus membara,
Di setiap tegukan, semangat untuk keadilan tak akan padam.

(suasana sebelum demo, dokumen: detik.com)
(suasana sebelum demo, dokumen: detik.com)

Melalui puisi sederhana berjudul "Kopi Kamis Siang" di atas, penulis hendak "memberikan gambaran" (bukan sebagai pelaku di lapangan tetapi pengamat amatiran) tentang gerakan mahasiswa yang bangkit kembali dalam memperjuangkan keadilan di tengah kezaliman yang dirasakan dari penguasa dan parlemen. Aksi turun ke jalan ini mencerminkan semangat juang yang tak padam, didorong oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap menyimpang dari konstitusi. Narasi ini mengajak kita untuk merenungkan kondisi sosial-politik saat ini, di mana suara-suara yang lama terpendam kini bangkit menuntut perubahan yang lebih baik, terutama atas ulah anggota perlemen yang ambigu terhadap hasil keputusan MK sebelum pemilu dan pasca pemilu (untuk kepentingan pilkada 2024).

Kita mencoba membacanya dari beberapa sudut pandang atau perspektif tentang makna perjuangan atau demonstrasi yang dilakukan mahasiswa.

Dari sudut pandang psikologi, gerakan mahasiswa yang digambarkan dalam puisi ini merupakan ekspresi dari kebutuhan mendasar manusia untuk menegakkan keadilan dan mengatasi ketidakberdayaan. Psikolog sosial seperti Dr. Erich Fromm menjelaskan bahwa protes adalah cara individu dan kelompok mengekspresikan dorongan untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan martabat manusia. Rasa frustrasi dan amarah yang ditunjukkan dalam puisi mencerminkan respons alami terhadap situasi ketika rasa ketidakadilan mencapai puncaknya, memicu kebutuhan untuk bertindak secara kolektif.

Secara sosiologis, aksi protes ini adalah bentuk solidaritas sosial yang muncul ketika nilai-nilai bersama dilanggar oleh mereka yang berkuasa. Sosiolog Emile Durkheim mengemukakan bahwa solidaritas adalah kekuatan yang mengikat individu dalam masyarakat, dan ketika nilai-nilai fundamental seperti keadilan dan kesetaraan terancam, aksi kolektif seperti demonstrasi menjadi sarana untuk memulihkan keseimbangan sosial. Dalam konteks ini, mahasiswa bertindak sebagai agen perubahan yang berusaha mengembalikan tatanan sosial yang adil dan bermartabat.

(api menyala di depan gedung DPR RI, dok.detik.com)
(api menyala di depan gedung DPR RI, dok.detik.com)

Dari perspektif hukum dan politik, puisi ini menyinggung persoalan mendasar tentang pelanggaran konstitusi oleh penguasa. Ahli hukum konstitusi seperti Prof. Mahfud MD berpendapat bahwa konstitusi adalah fondasi dari negara hukum, dan ketika konstitusi dilanggar, legitimasi pemerintahan dipertanyakan. Demonstrasi mahasiswa dalam puisi ini bisa dilihat sebagai bentuk kontrol sosial dan politik, di mana rakyat, melalui mahasiswa, berperan aktif dalam mengawasi dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin.

Dari segi spiritual, perjuangan yang digambarkan dalam puisi ini dapat dilihat sebagai bentuk pencarian akan kebenaran dan keadilan yang lebih tinggi. Teolog seperti Dietrich Bonhoeffer menekankan bahwa setiap tindakan melawan ketidakadilan adalah bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual manusia. Dalam pandangan ini, aksi mahasiswa adalah manifestasi dari panggilan spiritual untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang melampaui kepentingan duniawi, sebagai bentuk pengabdian kepada prinsip-prinsip moral yang lebih tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun